BAB I
PENDAHULUAN
Pancasila adalah dasar filsafat Negara republik Indonesia yang secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
Dalam perjalanan sejarah eksistensi, Pancasila sebagai dasar filsafat Negara republik Indonesia mengalami berbagai macam interprestasi dan manipulasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung dibalik legimitasi ideology Negara Pancasila. Dengan kata lain dalam kedudukan yang seperti ini Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan Negara Indonesia melainkan direduksi, dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat itu.
Berdasarkan kenyataan tersebut diatas gerakan reformasi berupaya untuk mengembalikan kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar Negara Republik Indonesia yang hal ini direalisasikan melalui ketetapan sidang istimewa MPR tahun 1998 No XVIII/MPR/1998 disertai dengan pencabutan P-4 dan sekaligus juga pencabutan Pancasila sebagai satu – satunya asas bagi Orsospol di Indonesia. Ketetapan tersebut sekaligus juga mencabut mandate MPR yang diberikan kepada Presiden atas kewenangannya untuk membudayakan Pancasila melalui p-4 dan asas tunggal Pancasila. Monopoli Pancasila demi kepentingan kekuasaan oleh penguasa inilah yang harus segera diakhiri, kemudian dunia pendidikan tinggi memiliki tugas untuk mangkaji dan memberikan pengetahuan kepada semua mahasiswa untuk benar – benar mampu memahami Pancasila secara ilmiah dan Objektif.
Dampak yang cukup serius atas manipulasi Pancasila oleh para penguasa pada masa lampau, dewasa ini banyak kalangan elit politik serta sebagian masyarakat beranggapan bahwa pancasila merupakan label politik Orde Baru. Sehingga mengembangkan serta mengkaji Pancasila dianggap akan mengembalikan kewibawaan Orde Baru.
A. Landasan Pendidikan Pancasila
a. Landasan Historis
Dalam hidup berbangsa dan bernegara dewasa ini terutama dalam masa reformasi, bangsa Indonesia sebagai bangsa harus memiliki visi serta pandangan hidup yang kuat agar tidak terombang ambing ditengah – tengah masyarakat internasional. Dengan kata lain bangsa Indonesia harus memiliki Nasionalisme serta rasa kebangsaan yang kuat. Hal ini dapat terlaksana bukan melaui suatu kekuasaan atau hegemoni ideologi melainkan suatu kesadaran berbangsa dan bernegara yang berakar pada sejarah bangsa.
Jadi secara historis bahwa nilai – nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar Negara Indonesia secara objektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia itu sendiri. Sehingga asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau dengan kata lain bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila.
b Landasan Kultural
Berbeda dengan bangsa-bangsa lain, bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila Pancasila bukanlah hanya merupakan hasil karya besar bangsa Indonesia sendiri, yang diangkat dari nilai-nilai cultural yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri melalui proses refleksi filosofis para pendiri Negara seperti Soekarno, M. Yamin, M. Hatta, Sepomo serta para tokoh pendiri Negara lainnya.
c. Landasan Yuridis
Landasan Yuridis perkuliahan Pendidikan Pancasila di pendidikan tinggi tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional. Meskipun secara eksplisit nama mata kuliah Pancasila tidak disebutkan dalam UU Sisdiknas, namun mata kuliah pancasila adalah mata kuliah yang mendidik warga negara akan dasar filsafat negaranya, nilai-nilai kebangsaan serta kecintaan terhadap tanah air yang dalam kurikulum internasional disebut sebagai civic education, citizenship education.
d. Landasan Filosofis
Secara filosofis bangsa Indonesia sebelum mendirikan Negara adalah sebagai bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan objektif bahwa manusia adalah makhluk tuhan yang Maha Esa. Syarat mutlak suatu Negara adalah adanya persatuan yang terwujudkan sebagai rakyat ( merupakan unsur pokok Negara), sehingga secara filosofis negara berpersatuan dan berkerakyatan. Konsekuensinya rakyat adalah merupakan dasar ontologism demokrasi, karena rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara.
B. Tujuan Pendidikan Pancasila
Pendidikan Pancasila bertujuan untuk menghasilkan peserta didik yang berperilaku (1) memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggung jawab sesuai dengan hati nuraninya, (2) memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya, (3) mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta (4) memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan Indonesia.
C. Pembahasan Pancasila Secara Ilmiah
1. Berobjek
Pembahasan pancasila secara ilmiah harus memiliki objek yang didalam filsafat ilmu pengetahuan dibedakan atas dua macam yaitu ‘objek forma’ dan ‘objek materia’.
2. Bermetode
Salah satu metode dalam pembahasan pancasila adalah metode “analitico syntetic” yaitu suatu perpaduan metode analisis dan sintesis.
3. Bersistem
Pembahasan pancasila secara ilmiah dengan sendirinya sebagai suatu system dalam dirinya sendiri yaitu pada Pancasila itu sendiri sebagai objek pembahasan ilmiah senantisasa bersifat koheren, tanpa adanya suatu pertentangan di dalamnya sehingga sila-sila Pancasila itu adalah merupakan suatau kesatuan yang sitematik.
4. Bersifat Universal
Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat Universal, artinya kebenarannya tidak terbatas oleh waktu, ruang, keadaan, situasi, kondisi maupun jumlah tertentu.
D. Beberapa Pengertian Pancasila
1. Pengertian Pancasila Secara Etimologis
Secara Etimologis istilah “Pancasila” berasal dari sansekerta dari India ( bahasa kasta brahmana). Adapun bahasa rakyat biasa adalah Prakerta.
2. Pengertian Pancasila Secara Historis
Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr. Radjiman Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah, khususnya akan dibahas pada sidag tersebut. Masalah tersebut adalah tentang suatu calon rumusan dasar Negara Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian tampillah pada sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu Mohammad Yamin, Soepomo dan Soekarno.
3. Pengertian Pancasila secara Terminologis
Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan Negara republik Indonesia. Untuk melengkapi alat – alat perlengkapan Negara sebagaimana lazimnya Negara – Negara yang merdeka, maka Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( PPKI ) segera mengadakan sidang. Dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD Negara Republik Indonesia yang dikenal dengan UUD 1945
BAB II
PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA
Pancasila sebagai dasar Negara republik Indonesia sebelum disyahkan pada tanggal 18 agustus 1945 oleh PPKI, nilai-nilainya telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum bangsa Indonesia mendirikan Negara, yang berupa nilai-nilai adap istiadat, kebudayaan serta nilai-nilai religius.
Nilai-nilai esensial yang terkandung dalam Pancasila secara objektif telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum mendirikan Negara. Proses terbentuknya Negara dan bangsa Indonesia melaui suatu proses sejarah yang cukup panjang yaitu sejak zaman batu kemudian timbulnya kerajaan-kerajaan pada abad ke IV, ke V kemudian dasar-dasar kebangsaan Indonesia telah mulai nampak padaabad ke VII, yaitu ketika timbulnya kerajaan Sriwijaya kemudian kerajaan Airlangga dan Majapahit di Jawa Timur serta kerajaan-kerajaan lainnya.
Untuk memahami Pancasila secara lengkap dan utuh terutama dalam kaitannya dengan jati diri bangsa Indonesia, mutlak diperlukan pemahaman sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk membentuk suatu Negara yang berdasarkan suatu asas hidup bersama demi kesejahteraan hidup bersama, yaitu Negara yang berdasarkan Pancasila. Selain itu secara epistemologis sekaligus sebagai pertanggung jawaban ilmiah, bahwa pancasila selain sebagai dasar Negara Indonesia juga sebagai pandangan hidup bangsa, jiwa dan kepribadian bangsa serta sebagai perjanjian luruh bengsa Indonesia pada waktu mendirikan bangsa.
Dasar- dasar pembentukan nasionalisme modern dirintis oleh para pejuang kemerdekaan bangsa antara lain rintisan yang dilakukan oleh para tokoh pejuang kebangkitan nasional pada tahun 1908, kemudian dicetuskan pada sumpah pemuda pada tahun 1928. Akhirnya titik kulminasi sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mendirikan Negara tercapai dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945.
BAB III
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
A. Pengertian Filsafat
Secara Etimologis istilah “filsafat” berasal dari bahasa yunani “philein” yang artinya “cinta” dan “shopos” yang artinya “hikmah” atau “kebijaksanaan” atau “ wisdom”. Jadi secara harfiah istilah filsafat mengandung makna cinta kebijaksanaan. Cabang – cabang filsafat yang pokok adalah sbb :
1. Metafisika
2. Epistemologi
3. Metodologi
4. Logika
5. Etika
6. Estetika
B. Rumusan Kesatuan Sila – sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem
1. Susunan kesatuan sila-sila pancasila yang bersifat organis
2. Susunan pancasila yang bersifat Hierarkhis dan
3. Rumusan hubungan Kesatuan sila –sila pancasila yang saling mengisi dan saling mengkualifikasi.
C. Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat
1. Dasar antropologis sila-sila pancasila
2. Dasar Epistemologi sila-sila pancasila
3. Dasar Aksiologis sila-sila pancasila
D. Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia
1. Dasar Filosofis
Pancasila sebagai filsafat bangsa dan Negara Republik Indonesia, mengandung makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan dan kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
2. Nilai nilai Pancasila sebagai nilai Fundamental Negara
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu sumber dari segala sumber hukum dalam Negara Indonesia. Sebagai suatu sumber dari segala sumber hukum secara objektif merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum, serta cita-cita moral yang luhur yang meliputi suasana kejiwaan, serta watak bangsa Indonesia yang telah dipadatkan dan diabstraksikan oleh para pendiri Negara menjadi lima sila dan ditetapkan secara yuridis formal menjadi dasar filsafat Negara republik Indonesia.
E. Inti Isi Sila – Sila Pancasila
1. Sila Ketuhanan yang Maha Esa
Dalam sila ketuhanan yang maha esa, terkandung nilai bahwa Negara yang didirikan adalah sebagai pengajawantahan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan yang maha Esa.
2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Dalam sila ini terkandung nilai-nilai bahwa Negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab.
3. Sila Persatuan Indonesia
Dalam sila ini terkandung nilai bahwa Negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk hidup individu dan makhluk sosial.
4. Sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan / Perwakilan
Nilai filosofis yang terkandung didalamnya adalah bahwa hakikat Negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
5. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dalam sila kelima tersebut terkandung nilai –nilai yang merupakan tujuan Negara sebagai tujuan dalam hidup bersama. Maka di dalam sila kelima tersebut terkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama ( kehidupan sosial )
BAB IV
PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK
A. Pengantar
Pancasila sebagai suatu system filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainnya. Dalam filsafat Pancasila terkandung di dalamnya suatu pemikiran – pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komperhensif dan system pemikiran ini merupakan suatu nilai. Oleh karena itu suatu pemikiran filsafat tidak secara langsung menyajikan norma – norma yang merupakan pedoman dalam suatu tindakan atau aspek praktis melainkan suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar.
B. Etika Politik
Secara substansif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban – kewajiban lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya.
Pengertian etika politik sendiri berasal dari kosa kata “ politics” yang memiliki makna bermacam –macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau Negara yang menyangkut proses penentuan tujuan – tujuan dari system itu dan diikuti dentgan pelaksanaan-pelaksanaan tujuan itu.
Untuk melaksanakan tujuan – tujuan itu, perlu ditentukan kebijaksanaan umum yang menyangkut pengaturan dan pembagian dari sumber – sumber yang ada. Untuk melaksanakan kebijaksanaan – kebijaksanaan itu, diperlukan suatu kekuasaan dan kewenangan yang akan dipakai baik untuk membina kerja sama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini.
BAB V
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL
A. Pengertian Asal Mula Pancasila
1. Asal Mula yang Langsung
Pengertian asal mula secara ilmiah filsafati dibedakan atas empat macam yaitu kausa materialis, Kausa Formalis, Kausa efficient dan Kausa Finalis.Teori kausitalitas ini dikembangkan oleh Aristoteles, adapun berkaitan dengan asal mula yang langsung tentang Pancaila adalah asal mula yang langsung terjadinya Pancasila sebagai dasar filsafat Negara yaitu asal mula yang sesudah dan menjelang Proklamasi kemerdekaan yaitu sejak dirumuskan oleh para pendiri Negara sejak siding BPUPKI Pertama, Panitia sembilan, sidang BPUPKI kedua serta sidang PPKI sampai pengesahannya.
2. Asal Mula yang Tidak Langsung
Secara kausalitas asal mula yang tidak langsung Pancasila adalah asal mula sebelum proklamasi Kemerdekaan.
B. Kedudukan dan Fungsi Pancasila
1. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan Yang Maha Esa, dalam perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai – nilai luhur yang dijunjungnya sebagai suatu pandangan hidup. Nilai – nilai luhur adalah merupakan suatu tolak ukur kebaikan yang berkenaan dengan hal – hal yang bersifat mendasar dan abadi dalam hidup manusia, seperti cita – cita yang hendak dicapainya dalam hidup manusia.
Pandangan hidup yang terdiri atas kesatuan rangkaian nilai – nilai luhur tersebut adalah suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan itu sendiri. Pandangan hidup berfungsi sebagai kerangka acuan baik untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya.
2. Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Sebagai dasar Negara, Pancasila merupakan suatu asas kerokhanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma serta kaidah, baik moral maupun hokum Negara, dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis atau undang – undang dasar maupun yang tidak tertulis. Dalam kedudukannya sebagai dasar Negara, pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.
3. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia
Sebagai suatu ideology bangsa dan Negara Indonesia maka Pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang sebagaimana ideology – ideology lain didunia, namun pancasila diangkat dari nilai – nilai adat istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk Negara, dengan kata lain perkataan unsure-unsur yang merupakan materi ( bahan ) pancasila tidak lain diangkat dari pandangan hidup masyarakat indonesia sendiri, sehingga bangsa ini merupakan kausa materialis ( asal bahan) Pancasila.
BAB VI
PANCASILA DALAM KONTEKS
KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
A. Pengantar
Sebagai dasar Negara Pancasila merupakan suatu asas kerokhanian yang dalam ilmu kenegaraan popular disebut sebagai dasar filsafat Negara ( philosofische Gronslag ). Dalam kedudukan ini pancasila merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaran Negara, termasuk sebagai sumber tertib hukum di Negara republik Indonesia. Konsekuensinya seluruh peraturan perundang – undangan serta penjabarannya senantiasa berdasarkan nilai – nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila.
Dalam konteks inilah maka Pancasila merupakan suatu asas kerokhanian Negara. Sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma dan kaidah baik moral maupun hukum dalam Negara Republik Indonesia. Kedudukan pancasila yang demikian ini justru mewujudkan fungsinya yang pokok sebagai dasar Negara republik Indonesia, yang manifestasinya dijabarkan dalam suatu peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu pancasila merupakan sumber hukum dasar Negara baik yang tertulis yaitu undang – undang dasar Negara maupun hukum dasar tidak tertulis.
B. Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945
Pembukaan UUD 1945 bersama – sama dengan pasal-pasal UUD 1945, disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diundangkan dalam berita republik Indonesia tahun II no 7. Pembukaan Undang-undang dasar 1945 dalam ilmu hukum mempunyai kedudukan diatas pasal – pasal undang - undang dasar 1945. Konsekuensinya keduanya memiliki kedudukan hukum yang berlainan, namun keduanya terjalin dalam suatu hubungan kesatuan yang kausal dan organis.
C. Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Batang Tubuh Undang Undang Dasar 1945
Pembukaan UUD 1945, mempunyai fungsi hubungan langsung yang bersifat kausal organis dengan batang tubuh UUD 1945, karena isi dalam Pembukaan dijabarkan kedalam pasal-pasal UUD 1945. Maka pembukaan UUD 1945 yang memuat dasar filsafat Negara dan Undang – Undang Dasar 1945 merupakan kesatuan, walaupun dapat dipisahkan, bahkan merupakan rangkaian kesatuan nilai dan norma yang terpadu.
D. Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila
Pembukaan UUD 1945 bersama – sama dengan Undang – Undang Dasar 1945 diundangkan dalam berita Republik Indonesia tahun II No 7, ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 agustus 1945. Inti dari pembukaan UUD 1945, pada hakikatnya terdapat dalam alinea IV. Sebab segala aspek penyalenggaraan pemerintahan Negara yang berdasarkan Pancasila terdapat dalam pembukaan alinea IV.
Oleh karena itu justru dalam Pembukaan itulah secara formal yuridis Pancasila ditetapkan sebagai dasar filsafat Negara republik Indonesia. Maka hubungan antara Pembukaan UUD 1945 adalah bersifat timbal balik.
E. Hubungan Antara Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 dengan Proklamasi 17 Agustus 1945
Sebagaimana telah disebutkan dalam ketetapan MPRS/MPR, bahwa pembukaaan UUD 1945 merupakan satu kesatuan dengan proklamasi 17 Agustus 1945, oleh karena itu antara Pembukaan dan Proklamasi 17 Agustus 1945 tidak dapat dipisahkan. Kebersatuan antara Proklamasi dengan Pembukaan UUD 1945 tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
(1). Disebutkannya kembali pernyatan Proklamasi Kemerdekaan dalam alinea ketiga Pembukaan menunjukan bahwa antara Proklamasi dengan pembukaan menunjukan bahwa antara Proklamasi dengan Pembukaan merupakaan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisah – pisahkan.
(2). Ditetetapkannya Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 bersama – sama dengan ditetapkannya UUD, Presiden dan Wakil Presiden merupakan realisasi tindak lanjut dari proklamasi.
(3). Pembukaan UUD 1945 pada hakikatnya adalah merupakan suatu pernyataan kemerdekaan yang lebih terinci dari adanya cita-cita luhur yang menjadi semangat pendorong ditegakkannya kemerdekaan, dalam bentuk Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur dengan berdasarkan asas kerokhanian Pancasila.
BAB VII
UNDANG – UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
A. Pengantar
Dalam proses reformasi hukum dewasa ini berbagai kajian ilmiah tentang UUD 1945, banyak yang melontarkan ide untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Memang amandemen tidak dimaksudkan untuk mengganti sama sekali UUD 1945, akan tetapi merupakan suatu prosedur penyempurnaan terhadap UUD 1945 tanpa harus langsung mengubah UUDnya itu sendiri, amandemen lebih merupakan perlengkapan dan rincian yang dijadikan lampiran otentik bagi UUD tersebut. Dengan sendirinya amandemen dilakukan dengan melakukan berbagai perubahan pada pasal – pasal maupun memberikan tambahan – tambahan.
Ide tentang amandemen terhadap UUD 1945 tersebut didasarkan pada suatu kenyataan sejarah selama masa orde lama dan orde baru, bahwa penerapan terhadap pasal-pasal UUD memiliki sifat “multi interpretable” atau dengan kata lain berwayuh arti, sehingga mengakibatkan adanya sentralisasi kekuasaan terutama kepada presiden. Karena latar belakang politik inilah maka orde baru berupaya untuk melestarikan UUD 1945 bahkan UUD 1945 seakan-akan bersifat keramat yang tidak dapat diganggu gugat.
B. Hukum Dasar Tertulis ( UUD )
Pengertian hukum dasar meliputi dua macam yaitu, hukum dasar tertulis (UUD) dan hukum dasar tidak tertulis (konvensi). Oleh karena sifatnya yang tertulis, maka Undang – Undang dasar itu rumusanya tertulis dan tidak mudah berubah. Secara umum menurut E.C.S Wade dalam bukunya Constitutional Law, Undang – undang dasar menurut sifat dan fungsinya adalah suatu naskah yang memaparkan kerangka dan tugas – tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu Negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut.
C. Hukum Dasar yang Tidak Tertulis
Konvensi adalah hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan – aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara, meskipun sifatnya tidak tertulis. Konvensi memiliki sifat – sifat sebagai berikut :
1. Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara.
2. Tidak bertentangan dengan UUD dan berjalan sejajar.
3. Diterima oleh seluruh rakyat.
4. Bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan-aturan dasar yang tidak terdapat dalam UUD.
D. Konstitusi
Pengertian konstitusi dalam praktek ketatanegaraan umumnya dapat mempunyai arti :
1. Lebih luas daripada Undang – Undang Dasar, atau
2. Sama dengan pengertian Undang – Undang Dasar.
Kata konstitusi dapat mempunyai arti lebih luas daripada pengertian Undang – Undang Dasar, karena pengertian Undang – Undang dasar hanya meliputi konstitusi saja, dan selain itu masih terdapat konstitusi tidak tertulis yaitu, yang tidak tercakup dalam Undang – Undang Dasar.
Dalam praktek ketatanegaraan Negara repubik, pengertian konstitusi adalah sama dengan pengertian Undang – Undang Dasar. Hal ini terbukti dengan disebutnya istilah konstitusi Republik Indonesia Serikat bagi Undang – Undang Dasar Republik Indonesia Serikat.
BAB VIII
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN DALAM BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA
A. Pengertian Paradigma
Istilah paradigma pada awalnya berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan terutama dalam kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan. Secara terminologis tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S. Khun dalam bukunya yang berjudul The Structure of Scientific Revolution. Inti sari pengertian paradigma adalah suatu asumsi – asumsi dasar dan asumsi – asumsi teoritis yang umum, sehingga merupakan suatu suatu sumber hukum – hukum, metode, serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta karakter ilm pengetahuan itu sendiri.
B. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
Secara filosofis hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai – nilai sila – sila Pancasila.
C. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi
Secara historis telah kita kita pahami bersama bahwa para pendiri Negara telah menentukan suatu asas, sumber nilai serta sumber norma yang fundamental dari Negara Indonesia yaitu Pancasila yang bersumber dari apa yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri yaitu nilai – nilai yang merupakan pandangan hidup sehari – sehari bangsa Indonesia.
D. Aktualisasi Pancasila
Aktualisasi pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi objektif dan subjektif. Aktualisasi pancasila yang objektif yaitu aktualisasi Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan Negara antaralain legislative, eksekutif, maupun yudikatif.
Adapun aktualisasi Pancasila yang subjektif adalah aktualisasi Pancasila pada setiap individu terutama dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup Negara dan masyarakat.
E. Tridharma Perguruan Tinggi
Menurut PP. No Th. 1999, Bahwa perguruan tinggi memiliki tiga tugas pokok yang disebut tridharma Perguruan Tinggi, yang meliputi
1. Pendidikan Tinggi
Sebagai suatu lembaga pendidikan tinggi memiliki tugas sebagai dharma yang pertama yaitu melaksanakan pendidikan untuk menyiapkan, membentuk dan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Maka tugas pendidikan tinggi adalah (1) menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau professional yang dapat menerapkan, mengembangka dan atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian. (2) Mengembangkan dan menyebar luaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
2. Penelitian
Inofasi yang bersifat vital diperguruan tinggi adalah penelitian ilmiah. Penelitiaan inilah yang merupakan misi perguruan tinggi dan merupakan dharma kedua dari Tridharma Perguruan Tinggi. Yang dimaksud penelitian adalah suatu kegiatan telaah yang taat kaidah, bersifat objektif dalam upaya untuk menemukan kebenaran dan atau menyelesaikan masalah dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian.
3. Pengabdian kepada masyarakat
Perguruan tinggi sebagai lembaga masyarakat, senantiasa mengembangkan kegiatannya demi kepentingan masyarakat. Oleh karena itu pengabdian kepada masyarakat merupakan dharma ketiga dari Tridharma Perguruan Tinggi.
F. Budaya Akademik
Perguruan tinggi sebagai suatu institusi dalam masyarakat memiliki ciri khas tersendiri disamping lapisan – lapisan masyarakat lainnya. Warga dari suatu perguruan tingi adalah insan – insan yang memiliki wawasan dan integritas ilmiah. Oleh karena itu masyarakat akademik harus senantiasa mengembangkan budaya ilmiah yang merupakan esensi pokok dari aktifitas perguruan tinggi.
G. Kampus sebagai Moral Force Pengembangan Hukum dan HAM
Masyarakat kampus sebagai masyarakat ilmiah harus benar – benar mengamalkan budaya akademik, terutama untuk tidak terjebak pada politik praktis dalam arti terjebak pada legimitasi kepentingan penguasa.
BAB IX
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebenarnya dewasa ini banyak tokoh serta elit politik yang kurang memahami filsafat hidup serta pandangan hidup bangsa kita namun bersikap seakan – akan memahaminya. Akibatnya dalam proses reformasi dewasa ini diartikan kebebasan memilih ideology dinegara kita kemudian pemikiran apapun yang dipandang menguntungkan demi kekuasaan dan kedudukan dipaksakan untuk diadopsi dalam system kenegaraan kita.
B. Saran
Kita sebagai generasi penerus bangsa harus bisa memahami filsasat hidup serta pandangan hidup bangsa sehingga diharapkan intelektual indonesia memiliki dasar kepribadian sebagai warga Negara yang demokratis, religius, berkemanusiaan dan berkeadaban.
DAFTAR PUSTAKA
M. S Kaelan, 2008. Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta