Powered By Blogger

Jumat, 17 Juni 2011

pengaruh keluarga untuk remaja

Pengaruh keluarga yang bisa menyebabkan kenakalan remaja
1. Keluarga yang Broken Home
Masa remaja adalah masa yang dimana seorang sedang mengalami saat kritis sebab ia akan menginjak ke masa dewasa. Remaja berada dalam masa peralihan. Dalam masa peralihan itu pula remaja sedang mencari identitasnya. Dalam proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan dirinya, remaja membutuhkan pengertian dan bantuan dari orang yang dicintai dan dekat dengannya terutama orang tua atau keluarganya. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa fungsi keluarga adalah memberi pengayoman sehingga menjamin rasa aman maka dalam masa kritisnya remaja sungguh-sungguh membutuhkan realisasi fungsi tersebut. Sebab dalam masa yang kritis seseorang kehilangan pegangan yang memadai dan pedoman hidupnya. Masa kritis diwarnai oleh konflik-konflik internal, pemikiran kritis, perasaan mudah tersinggung, cita-cita dan kemauan yang tinggi tetapi sukar ia kerjakan sehingga ia frustasi dan sebaginya. masalah keluarga yang broken home bukan menjadi masalah baru tetapi merupakan masalah yang utama dari akar-akar kehidupan seorang anak. Keluarga merupakan dunia keakraban dan diikat oleh tali batin, sehingga menjadi bagian yang vital dari kehidupannya.
Penyebab timbulnya keluarga yang broken home antara lain:
a. Orang tua yang bercerai
Perceraian menunjukkan suatu kenyataan dari kehidupan suami istri yang tidak lagi dijiwai oleh rasa kasih sayang dasar-dasar perkawinan yang telah terbina bersama telah goyah dan tidak mampu menompang keutuhan kehidupan keluarga yang harmonis. Dengan demikian hubungan suami istri antara suami istri tersebut makin lama makin renggang, masing-masing atau salah satu membuat jarak sedemikian rupa sehingga komunikasi terputus sama sekali. Hubungan itu menunjukan situas keterasingan dan keterpisahan yang makin melebar dan menjauh ke dalam dunianya sendiri. jadi ada pergeseran arti dan fungsi sehingga masing-masing merasa serba asing tanpa ada rasa kebertautan yang intim lagi.
b. Kebudayaan bisu dalam keluarga
Kebudayaan bisu ditandai oleh tidak adanya komunikasi dan dialog antar anggota keluarga. Problem yang muncul dalam kebudayaan bisu tersebut justru terjadi dalam komunitas yang saling mengenal dan diikat oleh tali batin. Problem tersebut tidak akan bertambah berat jika kebudayaan bisu terjadi diantara orang yang tidak saling mengenal dan dalam situasi yang perjumpaan yang sifatnya sementara saja. Keluarga yang tanpa dialog dan komunikasi akan menumpukkan rasa frustasi dan rasa jengkel dalam jiwa anak-anak. Bila orang tua tidak memberikan kesempatan dialog dan komunikasi dalam arti yang sungguh yaitu bukan basa basi atau sekedar bicara pada hal-hal yang perlu atau penting saja; anak-anak tidak mungkin mau mempercayakan masalah-masalahnya dan membuka diri. Mereka lebih baik berdiam diri saja. Situasi kebudayaan bisu ini akan mampu mematikan kehidupan itu sendiri dan pada sisi yang sama dialog mempunyai peranan yang sangat penting. Kenakalan remaja dapat berakar pada kurangnya dialog dalam masa kanak-kanak dan masa berikutnya, karena orangtua terlalu menyibukkan diri sedangkan kebutuhan yang lebih mendasar yaitu cinta kasih diabaikan. Akibatnya anak menjadi terlantar dalam kesendirian dan kebisuannya. Ternyata perhatian orangtua dengan memberikan kesenangan materiil belum mampu menyentuh kemanusiaan anak. Dialog tidak dapat digantikan kedudukannya dengan benda mahal dan bagus. Menggantikannya berarti melemparkan anak ke dalam sekumpulan benda mati.
c. Perang dingin dalam keluarga
Dapat dikatakan perang dingin adalah lebih berat dari pada kebudayaan bisu. Sebab dalam perang dingin selain kurang terciptanya dialog juga disisipi oleh rasa perselisihan dan kebencian dari masing-masing pihak. Awal perang dingin dapat disebabkan karena suami mau memenangkan pendapat dan pendiriannya sendiri, sedangkan istri hanya mempertahankan keinginan dan kehendaknya sendiri.
Dalam mengatasi kenakalan remaja yang paling dominan adalah dari keluarga yang merupakan lingkungan yang paling pertama ditemui seorang anak. Di dalam menghadapi kenakalan anak pihak orang tua kehendaknya dapat mengambil dua sikap bicara yaitu:
1. Sikap atau cara yang bersifat preventif
Yaitu perbuatan/tindakan orang tua terhadap anak yang bertujuan untuk menjauhkan si anak daripada perbuatan buruk atau dari lingkungan pergaulan yang buruk. Dalam hat sikap yang bersifat preventif, pihak orang tua dapat memberikan atau mengadakan tindakan sebagai berikut :
a. Menanamkan rasa disiplin dari ayah terhadap anak.
b. Memberikan pengawasan dan perlindungan terhadap anak oleh ibu.
c. Pencurahan kasih sayang dari kedua orang tua terhadap anak.
d. Menjaga agar tetap terdapat suatu hubungan yang bersifat intim dalam satu ikatan keluarga.
Disamping keempat hal yang diatas maka hendaknya diadakan pula:
a. Pendidikan agama untuk meletakkan dasar moral yang baik dan berguna.
b. Penyaluran bakat si anak ke arab pekerjaan yang berguna dan produktif.
c. Rekreasi yang sehat sesuai dengan kebutuhan jiwa anak.
d. Pengawasan atas lingkungan pergaulan anak sebaik-baiknya.
1. Sikap atau cara yang bersifat represif
Yaitu pihak orang tua hendaknya ikut serta secara aktif dalam kegiatan sosial yang bertujuan untuk menanggulangi masalah kenakalan anak seperti menjadi anggota badan kesejahteraan keluarga dan anak, ikut serta dalam diskusi yang khusus mengenai masalah kesejahteraan anak-anak. Selain itu pihak orang tua terhadap anak yang bersangkutan dalam perkara kenakalan hendaknya mengambil sikap sebagai berikut :
a. Mengadakan introspeksi sepenuhnya akan kealpaan yang telah diperbuatnya sehingga menyebabkan anak terjerumus dalam kenakalan.
b. Memahami sepenuhnya akan latar belakang daripada masalah kenakalan yang menimpa anaknya.
c. Meminta bantuan para ahli (psikolog atau petugas sosial) di dalam mengawasi perkembangan kehidupan anak, apabila dipandang perlu.
d. Membuat catatan perkembangan pribadi anak sehari-hari.
Abstrak
Penelitian ini berangkat dari fenomena yang terjadi di lapangan bahwa motivasi belajar siswa memberi pengaruh pada prestasi belajamya. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor lingkungan keluarga yang merupakan tempat pertama dan utama anak tumbuh dan berkembang, bersosialisasi bahkan mengenal dirinya sendiri.
Fenomena di atas mendorong penulis untuk mengkaji lebih jauh mengenai ” Dampak Keluarga Broken Home terhadap Motivasi Belajar Siswa ”
Keluarga broken home yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ketidakutuhan keluarga , baik secara stniktural maupun secara fungsional.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapat gambaran motivasi belajar siswa yang berasal dari keluarga broken home.
Sampel penelitian ini adalah siswa kelas dua di SMP Negeri Baleendah 2 Kabupaten Bandung dengan sampel sebanyak 48 orang siswa. Pengambilan data dilakukan dengan studi dokumentasi terhadap buku pribadi siswa dan penyebaran angket untuk mengungkap motivasi belajar siswa.
Pengolahan data dilakukan melalui tiga tahap, yaitu penyeleksian data, penyekoran serta analisis dengan cara mengelompokkan data dan menggunakan teknik uji t perbedaan dua rata-rata yang menghasilkan kesimpulan bahwa :
1. Terdapat perbedaan motivasi belajar antara siswa berasal dari keluarga broken home dengan motivasi belajar siswa dari keluarga utuh.
2. Motivasi belajar siswa dari keluarga broken home lebih rendah daripada motivasi belajar siswa dari keluarga utuh
3. Keadaan keluarga broken home memberi pengaruh yang cukup signifikan terhadap motivasi belajar siswa.
Penelitian ini menghasilkan rekomendasi yang ditujukan pada peneliti selanjutnya untuk meneliti variabel yang sama dengan jumlah sampel yang relatif lebih besar sehingga hasil penelitian lebih representatif.
BH”. Jika kita mendengar kata itu, pikiran kita tertuju pada pakaian dalam perempuan. Tetapi untuk “BH” yang satu ini mempunyai arti yang lain. Broken Home (BH). Yah itulah artinya.
“BH” atau dengan arti kata lain perpecahan dalam keluarga merupakan salah satu masalah yang kerap terjadi dalam kehidupan berumah tangga. Apalagi di era digital yang seakan serba mudah dan bebas. Perkawinan dan perceraian sudah merupakan hal yang biasa dan sudah dianggap tidak tabu lagi. Itu sudah menjadi masalah tiap komunitas keluarga di muka bumi ini.
Di dalam konflik rumah tangga terutama konflik antara suami– istri kadang menimbulkan ha-hal yang berdampak negative. Salah satu dampak negatif dari konflik yang terjadi dalam rumah tangga yang paling dominan adalah dampak terhadap perkembangan anak. Aktor utama “BH” (suami istri) kadang jarang memikirkan dampak apakah yang akan terjadi pada anak-anaknya apabila terjadi perpecahan atau perpisahan rumah tangga.
Di artikel sederhana ini saya ingin memberikan gambaran-gambaran singkat, padat dan mudah-mudahan jelas kepada para orang tua. Tentunya mengenai dampak apa yang akan terjadi pada anak — yang nantinya menjadi korban konflik orang tua—apabila terjadi konflik dalam rumah tangga dan harus berakhir dengan “BH”.
Kejiwaan
Seorang anak korban “BH” akan mengalami tekanan mental yang berat. Di lingkungannya. Misalnya, dia akan merasa malu dan minder terhadap orang di sekitarnya karena kondisi orang tuanya yang sedang dalam keadaan “BH”. Di sekolah, disamping menjadi gunjingan teman sekitar, proses belajarnya juga terganggu karena pikirannya tidak terkonsentrasi ke pelajaran. Anak itu akan menjadi pendiam dan cenderung menjadi anak yang menyendiri serta suka melamun.
Pikiran-pikiran dan bayangan-bayangan negatif seperti menyalahkan takdir yang seolah membuat keluarganya seperti itu. Seakan sudah tidak ada rasa percaya terhadap kehidupan religi yang sudah mendarah daging sejak dia lahir dan lainnya. Tekanan mental itu mempengaruhi kejiwaannya sehingga dapat mengakibatkan stress dan frustrasi bahkan seorang anak bisa mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Hal seperti itu bisa saja terjadi, apabila …?
Pelampiasan Diri
Kemungkinan terjemus dalam pengaruh negatif bagi orang tua (dewasa) dalam konteks BH ini sangat kecil. Orang tua dapat mencari solusi untuk menenangkan pikirannya. Namun berbeda dengan seorang anak yang sedang menghadapi situasi BH. Anak-anak dapat saja terjerumus dalam hal-hal negatif, apalagi dengan media informasi dan komunikasi yang menawarkan banyak hal. Contoh konkritnya, merokok, minuman keras (alkohol), obat-obat terlarang (narkoba) bahkan pergaulan bebas yang menyesatkan.
Refleksi
Mungkin mudah bagi orang tua untuk memvonis keputusan tentang perpisahan atau perpecahan dalam rumah tangga, tapi apakah mudah bagi anak-anak mereka untuk dapat menerima hal itu? Entalah! Itu merupakan pertanyaan reflektif bagi orang tua!
Perpecahan dalam rumah tangga memang merupakan masalah yang tidak mudah untuk dilepaskan dari kehidupan dalam rumah tangga. Memang jika kita mengkaji lebih jauh kita akan dapat memahami sebagai suatu persoalan yang wajar-wajar saja. Tetapi, apakah hal itu dapat dikendalikanya? Memang sulit untuk menjawabnya dan jawabanya kembali kepada orang tua (ayah-ibu) atau pelaku dalam konflik rumah tangga itu sendiri.
Kita sering melihat kasus-kasus perceraian artis dan perebutan hak asuh anak sampai menyewa pengacara di layar televisi. Perceraian bagi para artis seakan meningkatkan posisi tawar (popularitas) sehingga harus menggunakan pengacara yang terkenal. Mereka tidak pernah berpikir siapa yang akan dirugikan dalam permasalahan mereka. Mereka hanya memikirkan popularitas dan diri sendiri dan menganggap semuanya dapat dibeli dengan uang. Namun, kenyataananya apa yang mereka lakukan itu merupakan kekalahan bagi anak-anak mereka dan jelas hal itu akan menjadi trauma yang berkepanjangan pada psikis anak mereka.
Orang tua harus mampu mengendalikan diri dalam menyikapi masalah ini, jangan sampai permasalahan mereka secara tidak langsung menjadi doktrin boomerang negatif yang akan berkembang dalam psikis anak. Orang tua sebagai panutan sekaligus guru yang menjadi contoh bagi anak dalam belajar untuk hidup melalui berbagai proses yang semuanya tak lepas dari tanggung jawab mereka. Anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik bila orang tua juga mampu untuk mengontrol dan mengatasi persoalan mereka sendiri tanpa harus mensosialisasikan perbedaan pendapat yang mengarah ke konflik keluarga kepada anak.
Apakah sebagai orang tua senang jika anaknya menjadi hancur dalam kehidupanya di saat mereka ingin tumbuh dan berkembang dengan cinta kasih orang tuanya? Tentu saja jawabnya pasti “tidak” dan orang tua paling tolol yang hanya diam dan tak berpendapat. Oleh sebab itu sebagai orang tua berusahalah untuk mengendalikan hidup dalam situasi apapun demi anak-anak kalian, jangan sampai BH menjadi budaya penghancur kehidupan anak yang notabene adalah buah hati kalian sendiri dan titipan TUHAN.
Download Doc


MENGATASI PROBLEM KELUARGA



Kamis, 01 Juli 2010 13:40
Upaya yang harus dilakukan dalam mengatasi problem keluarga

"Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan mengkayakan mereka dengan karuniaaNya. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui." (QS. An Nuur (24) : 32).

Salah satu anjuran Rasulullah untuk Menikah :
Rasulullah SAW bersabda: "Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku !"(HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.).

Pernikahan menyatukan dua energi besar untuk sama-sama berjuang menggapai ridlo Allah SWT. Penyatuan energi sehingga membentuk suatu sinergi tentunya membutuhkan waktu untuk saling menyesuaikan diri. Dalam proses penyesuaian itulah akan banyak ditemui ketidakcocokan, pergesekan yang menimbulkan konflik dari masing –masing pasangan. Betapa tidak masing-masing memiliki latar belakang budaya, kebiasaan, karakter yang berbeda untuk diselaraskan sesuai dengan keinginan Allah SWT dalam sebuah pernikahan.

Agar konflik dan masalah dalam berrumah tangga dapat diminimalisir maka setiap pasangan harus memiliki pengetahuan yang cukup sebelum mereka memasuki jenjang pernikahan, sehingga dalam mengarungi bahtera rumah tangga mereka sudah siap menghadapi goncangan, pergesakan dan hambatan yang ada.


Pernikahan

Pernikahan adalah konsep sakral dari sebuah kontak (ijab Qobul) secara syah yang dilakukan oleh pasangan lelaki dan perempuan sesuai tata nilai hukum yang berlaku, baik hukum positif maupun hukum religius.

Ijab artinya mengemukakan atau menyatakan suatu perkataan. Qabul artinya menerima. Jadi Ijab qabul artinya seseorang menyatakan sesuatu kepada lawan bicaranya, kemudian lawan bicaranya menyatakan menerima. Ijab qabul adalah seorang wali atau wakil dari mempelai perempuan mengemukakan kepada calon suami anak perempuannya/ perempuan yang di bawah perwaliannya, untuk menikahkannya dengan lelaki yang mengambil perempuan tersebut sebagai isterinya. Lalu lelaki bersangkutan menyatakan menerima pernikahannya itu.

Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa:Sahl bin Said berkata: "Seorang perempuan datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk menyerahkan dirinya, dia berkata: "Saya serahkan diriku kepadamu." Lalu ia berdiri lama sekali (untuk menanti). Kemudian seorang laki-laki berdiri dan berkata: "Wahai Rasulullah kawinkanlah saya dengannya jika engkau tidak berhajat padanya." Lalu Rasulullah shallallahu alaih wa sallam bersabda: "Aku kawinkan engkau kepadanya dengan mahar yang ada padamu." (HR. Bukhari dan Muslim).

Secara umum tujuan suatu penikahan menurut Islam adalah untuk mencapai ridho Allah, secara khusus yakni :
1. Mengabdi ke hadapan Allah.
2. Malaksanakan sunnah Rasulullah.
3. Melanjutkan generasi muslim sebagai pengemban risalah Islam.
4. Membentuk suatu masyarakat islami.
5. Mendapatkan ketenangan jiwa.

"Dan orang-orang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka mereka ( adalah) menjadi penolong sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS At-Taubah: 71)

Percekcokan dalam Rumah Tangga

Dalam suatu interaksi dua manusia yang berlatar belakang beda baik secara kultur, karakter dan gaya hdup sudah dapat dipastikan tidak akan lepas dari suatu pergesekan nilai dan kebiasaan, sehingga menimbulkan suatu percekcokan.Hal ini sangat wajar dan manusiawi, jangankan pasangan seperti kita manusia biasa, rumah tangga Rasulullah pun tidak lepas dari percekcokan, yang membedakannya dengan kita Rasulullah memiliki akhlaq yang mulia dan dibimbing oleh Allah untuk menjadi contoh bagi ummatnya.

Banyak keluarga muslim yang hanya karena masalah kecil mengakhiri pernikahan, suatu ikatan yang telah Allah kokohkan. Masalah bisa saja hanya bermula dari salah persepsi karena komunikasi yang tidak lancar sehingga menimbulkan salah pengertian atau mungkin kebiasaan kecil suami yang tidak disukai isteri atau juga ketidaktepatan mengekspresikan emosi seperti kecewa, marah. Semuanya bisa saja terjadi hanya saja ada pasangan yang mampu mengatasi masalah kecil tersebut dengan baik ada juga yang tidak mampu menyelesaikannya sehingga masalah kecil tersebut menumpuk dan menjadi bom waktu yang akan menghancurkan bahtera rumah tangga yang sedang dibangun.

Faktor-faktor penyebab terjadinya percekcokan dalam rumah tangga adalah:

1. Kurang lancarnya komunikasi

Komunikasi menjadi bagian yang sangat penting dalam berrumah tangga, bagaimana mungkin masing-masing pasangan mengetahui keinginan dan harapan pasangannnya kalau tidak adanya komunikasi yang baik sehingga keinginan dan harapan tersampaikan dan tidak salah persepsi. Seorang suami atau isteri hendaknya menyampaikan pesan dengan lembut dan baik, tentunya dengan mempertimbangkan pula waktu dalam menyampaikan pesan tersebut.

Suami yang baru saja pulang kerja dengan badan yang lelah dan perut yang lapar tidak mungkin seorang isteri menyampaikan keluhannya sepanjang siang itu, tapi harus menunggu waktu yang tepat dimana suami dalam keadaan yang santai dan tenang

2. Kurangnya pengetahuan/ ilmu

Sebelum memasuki jenjang berrumah tangga calon suami atau isteri sebaiknya menggali dan menyempurnakan ilmu tentang pernikahan, dengan ilmu maka kita akan paham seperti apa rumah tangga yang dicontohkan Rasulullah dan bagaimana melajukan bahtera di tengah lautan kehidupan yang bergelombang.

3. Kurangnya pengendalian diri masing-masing pasangan

Sebelum menikah mungkin segalanya tampak indah di depan mata. Satu, dua, tiga bulan pertama semuanya bak di syurga dunia, tapi ketika usia pernikahan memasuki bulan keempat mulailah masalah bermunculan. Disini kita harus mampu mengendalikan diri kita. Kemampuan kita dalam mengendalikan diri diuji oleh Allah. Sikap yang tepat dalam menghadapi dan mengatasi masalah adalah dengan senantiasa berlindung dan memohon pertolongan Allah untuk tetap tenang, diberi kemudahan untuk berpikir jernih dan bertindak tepat.

Banyaklah belajar dari pengalaman orang-orang yang sudah berpengalaman dalam berrumah tangga, khususnya keluarga-keluarga mukmin, bagaimanakah mereka mengatasi konflik rumaha tangga, bagaimanakah mereka mengendalikan diri ketika menghadapi masalah.

4. Tidak adanya kesadaran sebagai hamba

Seorang hamba Allah sepanjang hidupnya selalu mengabdi, segala aktifitasnya harus selalu bernilai ibadah di hadapan Allah dalam QS. Adz Dzaariyaat : 55 dikatakan ” dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi (beribadah) kepadaKu”

Maka seorang hamba Allah akan meninggalkan semua sikap dan perilakunya yang tidak bernilai ibadah. Semua yang dilakukannya harus untuk dan atas nama Allah, dengan bertitik tolak pada ”Sukakah Allah dengan apa yang akan kulakukan?”

Benarkah Budaya Jawa ”Nrimo” Sesuai Syariat Islam?

Perempuan adalah mahluk yang sangat istimewa dengan kehalusan budi pekerti, kelembutan cinta, wajah nan anggun berwibawa, suara yang lirih, langkah yang gemulai dan sikap yang taat, patuh, hormat pada orang tua serta berbakti pada suami, merupakan gambaran perempuan di mata bangsa Jawa dan beberapa bagian di Indonesia. Tabu jika ada seorang perempuan yang lantang, memberontak terhadap suatu keputusan orang tua atau suaminya, melanggar adat katanya. Bahkan ketika seorang suami menyakitinya, menjadikannya isteri simpanan pun tabu baginya untuk menolak apa lagi melawan.

Nilai-nilai tersebut semakin menguat dengan datangnya Islam ke Pulau Jawa, walau salah kaprah dalam memahaminya budaya ’nrimo’ sudah menjadi bagian dari kehidupan beragama di Jawa. Suami adalah pimpinan rumah tangga sehingga apa yang dikatakannya mutlak harus ditaati ’pamali’ jika membantah atau menolak.

Sebenarnya perintah taat dalam Islam tidak demikian, selalu diikuti kata ”selama pimpinan (baik kepala rumah tangga, pemimpin masyarakat dan pimpinan negara) tersebut tunduk dan taat kepada Allah dan RasulNya.

Ketaatan kepada ulil amri merupakan ketaatan bersyarat yakni taat manakala ulil amri tersebut berpegang teguh kepada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah, apalagi ketaatan terhadap seorang suami. Taat dan patuh kepada suami adalah semata-mata hanya karena Allah telah memerintahkannya, sehingga semua yang dilakukan suami atau isteri akan bernilai ibadah manakala ia melakukannya atas nama Allah SWT, mencintai suami atau isteri merupakan bentuk kecintaan terhadap Allah SWT.

Manakala seorang pimpinan berbuat menyimpang dari Al Qur’an dan sunnah Rasulullah maka ketaatan tersebut menjadi batal adanya. Dalam berrumah tangga jika suami berbuat salah maka isteri wajib mengingatkannya, mengajaknya kembali ke jalan yang benar, tetapi jika berbagai cara telah dilakukan untuk mengingatkan suami maka suami tersebut tidak wajib untuk ditaati, sehingga ’nrimo’ nya Jawa tidak berlaku. Dalam hal ini manakala suami menyimpang dari ketentuan Allah SWT maka isteri tampil bak seorang ’Srikandi’ di medan perang gigih berjuang melemahkan nafsu syetan yang ada dalam diri suami.

Seperti telah disebutkan di atas QS At Taubah : 71 "Dan orang-orang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka mereka ( adalah) menjadi penolong sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS At-Taubah: 71)

Suami isteri harus merupakan penolong menyuruh pada yang ma’ruf dan mencegah pada hal yang munkar, sehingga ketika percekcokan suami isteri karena salah satunya menyimpang dari ketentuan Allah, maka pasangannya mengingatkan dan meluruskannya, sehingga percekcokan tersebut akan bernilai ibadah. Percekcokan inilah yang dibenarkan oleh Allah SWT dan bahkan dianjurkan, seperti dalam hadits Bukhori Muslim
”Jika melihat kemunkaran cegahlah dengan tanganmu, jika tidak mampu cegah dengan lisanmu dan jika tidak mampu cukuplah dengan hati maka itulah selemah-lemahnya iman”

Suami dan Isteri Sebagai Partner

Era globalisasi informasi telah mengubah pandangan tentang wanita dan isteri, posisi wanita bukan berada di bawah telunjuk pria atau kaum suami tetapi memiliki kedudukan yang sama bahkan lebih tinggi. Fenomena pandangan tentang wanita ’mampu mengerjakan semua pekerjaan seperti halnya pria’ telah menyeret wanita meniggalkan fitrahnya,banyak ditemukan keputusan dan pengelolaan rumah tangga mutlak di tangan isteri, sehingga suami kehilangan wibawa dan pengaruhnya dalam memimpin rumah tangga.

Islam dien yang menjunjung tinggi wanita, dalam Islam wanita adalah partner dalam menjalani biduk rumah tangga. Wanita dan pria sama-sama sebagai subyek bukan obyek. Namun tetap pria dengan berbagai kelebihan yang Allah berikan ia sebagai pemimpin dalam berrumah tangga. Isteri dalam hal ini sebagai partner, sebagai wakil di rumah tangga.

Jika fitrah yang Allah tetapkan ini dilanggar maka lihatlah kesudahan orang-orang yang tidak mentaati ketetapan Allah SWT, malapetaka dan kehancuran yang akan didapat., serta jauh dari rahmat dan kasih sayang Allah SWT.

Menjalankan peran sebagai subyek dalam rumah tangga, berarti isteri memiliki kewajiban untuk menolong, meluruskan suami ketika suami berbuat menyalahi aturan Allah SWT, sudah barang tentu sebaliknya jika isteri menyimpang dari jalan Allah SWT maka suami berkewajiban mendidik dan mengarahkannya ke jalan yang benar.

Jika dalam menjalankan perannya baik suami atau isteri tidak mau mendengarkan tausyiah kita maka percekcokan akan terjadi, namun percekcokan ini akan menjadi ibadah di hadapan Allah, sehingga tidak perlu khawatir selama kita benar sesuai dengan ketetapan Allah janganlah takut atau merasa bersalah pada saat kita harus adu mulut atau mungkin adu otot dengan pasangan kita.

Dari uraian di atas maka sebaiknya calon isteri atau suami sebelum memasuki jenjang pernikahan, sempurnakanlah ilmu dan pengetahuan tentang berrumah tangga sesuai tuntunan Rasulullah SAW .Melalui tahapan seperti di bawah ini :

1. Ta’aruf

” Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal.” (QS.Al Hujurat : 13)

Ta’aruf tidak identik dengan pacaran, ta’aruf artinya saling mengenali diri masing- masing. Proses ta’aruf sebelum menikah hanya dibolehkan jika sesuai syariat yang telah Allah tetapkan, bukan liar dan tidak terkontrol. Ta’aruf yang dibenarkan memiliki rambu-rambu sebagai berikut :
- bertujuan mengenali pasangan untuk menuju jenjang pernikahan (bukan untuk eksploitasi hawa nafsu)
- tidak berduaan, harus ada muhrim dari pihak calon mempelai perempuan
- pembicaraan tidak mengarah pada hal-hal yang menimbulkan birahi
- saling menyesuaikan diri satu sama lain
Dalam ta’aruf ini hendaknya masing-masing pasangan saling bertanya mengenai :
- Apa yang menjadi tujuan dan hidup pasangannya?
- Apa saja yang disukai?
- Apa yang dibenci?
- Apa saja yang membuatnya kecewa?
- Apa saja yang membuatnya marah ?
- Apa cita-citanya?
- Apa tujuan menikah?
- Bagaimana cara mengatasi masalah selama ini?
- Dan lain sebagainya.
Sehingga jika masing-masing pasangan mengenai kebiasaan dan sifat calon istri atau suaminya, ia memiliki bahan untuk saling menyesuaikan diri.

2. Tafahum

Tafahum adalah saling memahami, setelah masing-masing pasangan saling mengenal maka tahapan selanjutnya adalah saling paham, mengerti dan menyesuaikan diri kebiasaan masing-masing, sehingga semua masalah dihadapi dengan tenang karena masing-masing mengetahui cara pandangnya.

3. Ta’awun

"Dan orang-orang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka mereka ( adalah) menjadi penolong sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS At-Taubah: 71)

Ta’awun berarti saling menolong, seperti ayat di atas bahwa suami/isteri adalah penolong bagi pasangannya, saling mengingatkan dalam kebenaran dan kebaikan dengan penuh kasih sayang.

4. Takaful

Takaful artinya penyeimbang, pasangan suami isteri harus menjadi peny









USAHA PENGOLAHAN SAMPAH DI LINGKUNGAN MASYARAKAT DALAM UPAYA MENINGKATKAN PEREKONOMIAN,,,,,,,
Dewasa ini, kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan semakin menurun. Kita lihat saja dari hal yang paling dekat dengan kita dahulu, yaitu sampah. Tanpa kita sadari, berapa banyak sampah yang kita buang tiap harinya di lingkungan sekitar kita? Namun, yang lebih patut kita pertanyakan yaitu, “apa sampah-sampah itu telah diurus?”. Diurus dalam kalimat ini memiliki arti yaitu bukan berarti dihias dan diberi pewangi agar bau tidak enaknya hilang. Namun, dapat diartikan seperti dibakar atau diolah khususnya sampah-sampah yang dapat didaur ulang. Sampah-sampah yang tidak diurus ini sering terlihat di tempat-tempat umum.
Lama-kelamaan, jika sampah-sampah ini tidak digubris atau diurus oleh masyarakat, akan menimbulkan dampak yang dapat merugikan banyak orang. Dampak yang sering menyerang kita antara lain timbulnya beberapa penyakit dan juga dapat menyebabkan bencana banjir. Saat dampak ini terjadi, masyarakat biasanya malah menyalahkan pemerintah. Mereka berkata bahwa pemerintah tidak bertanggung jawablah! Kurang memperhatikan lingkunganlah! Coba kita pikir! “Apa hanya pemerintah yang menyebabkan timbulnya bibit-bibit penyakit ini?” “Apa hanya pemerintah yang menyebabkan bencana banjir ini?” TENTUNYA TIDAK! Sebagai warga negara yang baik, kita tidak boleh hanya menyalahkan pemerintah. Apa kita pikir, hanya pemerintah yang bersalah. Coba kita putar otak kita untuk kembali ke masa lampau. Jika kita ingat, kita juga kan yang membuang sampah sembarangan dan pada akhirnya sampah-samah itu menggunung dan menyebabkan saluran air tersumbat sehingga timbullah banjir, dan muncul berbagai penyakit. Saat kita melakukan pembuangan sampah sembarangan ini, mungkin kita berpikir “ah, cuma segini doank kok yang aku buang di sini!” Walau hanya sedikit, namun apabila dilakukan berkali-kali juga nantinya akan menjadi banyak. Hal ini cocok dengan pepatah “sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit” sudah dikatakan di awal paragraf, bahwa sampah-sampah ini jika tidak diurus juga dapat membahayakan. Sebagai contoh, anak jika tidak diurus oleh orang tuanya, akankah menjadi anak yang baik? Nah, demikian pula dengan sampah. Walau pun jika dilihat hanya sepele. Namun, jika kita berpikir ke atas, bagaimana dampak bagi anak cucu kita? Menyalahkan orang lain menurut saya bukan cara yang tepat untuk mengatasi dampak dari sampah-sampah ini. Kalau menurut saya, masyarakatlah yang tidak tertib. Bukankah ditempat-tempat umum ini, pemerintah telah menyediakan tempat sampah. Masyarakat tidak perlu membawa tempat sampah dari rumah jika ingin bepergian. Semuanya telah disediakan gratis oleh pemerintah. Tinggal bagaimana pemanfaatan masyarakat terhadap fasilitas tempat sampah itu.
Nah, disini akan kita bahas bagaimana cara mengatasi penumpukan sampah yang telah merajalela di lingungan sekitar kita. Ilmu pengetahuan dan juga IPTEK dapat kita manfaatkan dalam mengatasi problem tersebut.
Misalnya, dalam mengolah sampah-sampah itu, dapat kita lakukan dengan interaksi sosial seperti kerja sama antar warga, sehingga akan muncul ide-ide dari beberapa orang, yang nantinya akan dikombinasikan, sehingga akan menghasilkan produk yang lebih berkualitas, dan membuat kinerja masyarakat lebih efisien, juga interaksi sosial antara masyarakat menjadi lebih erat. Dalam mengatasi hal ini, juga dapat kita pergunakan cara sesuai kemampuan dan bidang kita masing-masing. Tentunya saja kita diciptakan oleh Tuhan dengan dibekali kemampuan yang berbeda-beda dan tentunya sudah sesuai dengan diri kita masing-masing. Tinggal bagaimana seorang manusia mengembangkan kemampuan ataupun bakat-bakatnya tersebut.
Sebagai contoh, petani dapat mengolah sampah-sampah tersebut menjadi pupuk, dan pengrajin dapat mengolah sampah-sampah tersebut menjadi cinderamata, dll. Bila para petani mengolah sampah dengan cara-cara para pengrajin, otomatis petani-tersebut harus membeli peralatan yang sama dengan para pengrajin untuk mengolah sampah-sampah tersebut, yang malah akan mengeluarkan banyak tambahan biaya. Padahal, para petani tersebut dapat mengolah sampah-sampah tersebut dengan alat-alatnya sendiri, kemampuannya sendiri, tanpa harus ikut-ikutan cara orang lain. Kesimpulannya, dalam mengolah harus disesuaikan dengan kemampuan sendiri, yang tepat bukan meniru orang lain. Tetapi menjadikan orang lain itu sebagai prinsip dan tauladan dalam kita mengerjakan sesuatu. Sehingga kita tidak harus keluar banyak uang jika kita tidak meniru hal yang kurang bermanfaat. Jika kita hanya meniru dan terus meniru, padahal kita mampu mengerjakan sesuatu dengan kemampuan kita sendiri, itu menyebabkan pemborosan dan mungkin akan mengakibatkan kerugian. Banyak dampak negatif yang akan kita dapatkan. Misalnya, kita dianggap tidak kreatif oleh orang lain, dan daya kekreatifan kita tidak akan berkembang. Namun, jika memang mempunyai modal yang cukup, dan tidak takut rugi, mungkin terserah anda mau menggunakan cara yang seperti apa . Sedikit demi sedikit, dengan terus sering membiasakan diri, kita akan dapat melakukan hal tersebut dengan baik tentunya. Dengan niat dan usaha, dan tak lupa disertai dengan doa.
Secara logika, jika kita dapat menerapkan hal tersebut dengan semaksimal mungkin, uang yang seharusnya kita pergunakan untuk membeli peralatan ataupun barang lain yang tidak penting dapat kita tabung untuk biaya hidup lainnya.
Waktu ini terus berjalan. Tidak dapat kembali ke masa lampau, ataupun dengan cepatnya menuju masa yang akan datang. Semua butuh proses. Apa kalian pernah mengalami hal yang tidak butuh proses? Jika iya, tentunya itu adalah hal yang tidak terlalu serius. Sebagai contoh, bayi tumbuh menjadi remaja membutuhkan proses, anak menjadi pintar membutuhkan proses yaitu belajar.
Demikian pula dengan pengolahan sampah tersebut. Jangan takut akan KEGAGALAN! Kegagalan memang selalu datang di belakang. Dengan adanya kegagalan, seharusnya kita menjadi lebih semangat, dan bisa memperoleh berbagai pelajaran maupun hikmah, agar kita tidak mengulangi hal-hal yang buruk tersebut di lain waktu. Namun, sekarang sering terjadi hal-hal yang menyebabkan terjadinya korban , baik korban fisik maupun korban spisik hanya karena mengalami kegagalan. Saat mengalami kegagalan, banyak dari masyarakat yang menjadi frustasi, menjadi tidak semangat untuk menjalani hidup, dan bahkan ada yang sampai bunuh diri. Hal itu salah! Seharusnya, jika mengalami kegagalan, kita harus mencari jalan keluar dari kegagalan tersebut. Jika hanya terus menangis dan bersedih, apa kegagalan yang sudah kita alami tersebut dapat kembali menjadi sebuah keberhasilan? Tentunya TIDAK! Namun, dapat kita atasi dengan menambah semangat dan terus berusaha agar kegagalan itu tidak sering menimpa kita.

psikologi pendidikan

PSIKOLOGI UMUM

PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Oleh: AsianBrain.com Content Team
Psikologi Pendidikan adalah studi, latihan atau bimbingan yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan ilmu kejiwaan.
1. Psikologi
Psikologi secara etimologis, berasal dari kata "psyche" yang berarti jiwa atau nafas hidup, dan "logos" atau ilmu. Jadi secara harfiah psikologi adalah ilmu jiwa atau bisa di sebut ilmu yang mempelajari kejiwaan.
Seorang ilmuwan Rebek, 1988 mengemukakan tentang psikologi, menurut Rebek "Psikologi pada mulanya di gunakan para ilmuwan dan para filosof untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam memahami akal pikiran dan tingkah laku aneka ragam makhluk hidup mulai dari yang primitive sampai yang modern. Namun ternyata tidak cocok, lantaran menurut para ilmuwan dan filosof, pisikologi memiliki batasan-batasan tertentu yang berada di luar kaedah keilmuan dan etika falsafi. Kidah saintifik dan patokan etika filosofi ini tak dapat di bebankan begitu saja sebagai muatan psikologi"
2. Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata "didik", Lalu kata ini mendapat awalan kata "me" sehingga menjadi "mendidik" artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran (Kamus Bahasa Indonesia, 1991:232).
Pendidikan secara harfiyah adalah usaha sadar yang di lakukan oleh pendidik terhadap peserta didik, untuk mewujudkan tercapainya perubahan tingkahlaku, budi pekerti, keterampilan dan kepintaran secara intelektual, emosional dan spiritual.
KESIMPULAN
Dari berbagai teori yang bermunculan dari para pakar dapat di tarik kesimpulan bahwa psikologi adalah "ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan membahas tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Lingkungan dalam hal ini meliputi semua orang, barang, keadaan dan kejadian yang ada di sekitar manusia"
Sedangkan pendidikan adalah Pendidikan secara harfiyah adalah usaha sadar yang di lakukan oleh pendidik terhadap peserta didik, untuk mewujudkan tercapainya perubahan tingkahlaku, budi pekerti, keterampilan dan kepintaran secara intelektual, emosional dan spiritual. Dalam arti srtiap pendidikan dilakukan secara sadar dan bertujuan untuk meningkatkan pola pikir dan peningkatan emosional dan spiritual yang baik.

Dikutip dari: http://www.anneahira.com/artikel-pendidikan/psikologi-pendidikan.htm


Psikologi umum (Fungsi Psikologi sebagai Ilmu)
a) Menjelaskan
Yaitu mampu menjelaskan apa, bagaimana, dan mengapa tingkah laku itu terjadi. Hasilnya penjelasan berupa deskripsi atau bahasan yang bersifat deskriptif
b) Memprediksikan
Yaitu mampu meramalkan atau memprediksikan apa, bagaimana dan mengapa tingkah laku itu terjadi. Hasil prediksi berupa prognosa, presdiksi atau estimasi
c) Pengendalian
Yaitu mampu mengendalikan tingkah laku sesuai dengan yang diharapkan. Perwujudannya berupa tindakan atau treatment
KESIMPULAN
bahwa psikologi adalah ilmu yang mencakup berbagai keahlian untuk menyikapi suatu permasalahan. Psikologi dapat menjelaskan tentang apa, bagaimana, dan mengapa tingkah laku itu terjadi. Mampu memprediksikan apa, bagaimana, dan mengapa tingkah laku itu terjadi. Dan psikologi dapat membantu untuk mengendalikan diri sesuai dengan jalur yang benar.

Psikologi umum (Pengertian belajar)
Posted by Dek Rizky On May - 7 - 2009
Menurut Skinner ( 1985 ) memberikan definisi belajar adalah “Learning is a process of progressive behavior adaption”. Yaitu bahwa belajar itu merupakan suatu proses adaptasi perilaku yang bersifat progresif.
Menurut Mc. Beach ( Lih Bugelski 1956 ) memberikan definisi mengenai belajar. “Learning is a change performance as a result of practice”. Ini berarti bahwa – bahwa belajar membawa perubahan dalam performance, dan perubahan itu sebagai akibat dari latihan ( practice ).
Menurut Morgan, dkk ( 1984 ) memberikan definisi mengenai belajar “Learning can be defined as any relatively permanent change in behavior which accurs as a result of practice or experience.” Yaitu bahwa perubahan perilaku itu sebagai akibat belajar karena latihan ( practice )atau karena pengalaman ( experience ).


KESIMPULAN
Bahwa psikologi juga memberikan dampak pada sebuah pembelajaran atau pada pola belajar. Psikologi jiga mempunyai berbagai pengertian dalam kaitannya dengan segala kegiatan belajar, karena disetiap perbuatan manusia tidak lepas dari psikologi, termasuk dalam hal belajar dan pembelajaran.
Di kutip dari: http://kuliahpsikologi.dekrizky.com/category/psikologi-umum


BIMBINGAN KONSELING

Fungsi, Prinsip dan Asas Bimbingan dan Konseling
14 Maret 2008 Tinggalkan komentar Go to comments

FUNGSI BIMBINGAM DAN KONSELING :
1) Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
2) Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).
3) Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.
4) Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
5) Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
6) Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.
7) Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
8) Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
9) Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli.
10) Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli

PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING:
Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau landasan bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip itu adalah:
1. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).
2. Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.
3. Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang.
4. Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama. Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja sebagai teamwork.
5. Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan dan konseling. Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk memper-timbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan.
6. Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.

ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING:
Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut.
1. Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2. Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli (konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
5. Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli.
6. Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli (konseli) dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
7. Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9. Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
10. Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
KESIMPULAN
Bimbingan dan konseling mempunyai beberapa bagian, mulai dari fungsi, asas, dan prinsip-prinsip yang membantu kelancaran seorang konselor untuk mengatasi kliennya (konseli). Hal-hal tersebut adalah hal yang paling pokok dan hal yang paling penting dalam proses konseling. Tanpa beberapa pokok di atas proses konseling tidak akan berjalan sesuai dengan keinginan. Dalam hal ini fungsi konseling ditujukan untuk membantu klien dalam mencari pemecahan masalahnya dan berbagai keluhan yang dirasakan oleh klien. Sedangkan prisip adalah landasan seorang konselor dalam membantu kliennya secara maksimal, serta membantu seorang klien agar seorang klien dalam pengaduan masalahnya terhadap koselor dapat secara leluasa dan tanpa rasa sungkan. Prinsip utama konselor adalah membantu klien agar dapat mandiri dan menemukan pemecahan masalah yang sedang dihadapi oleh seorang klien. Sedangkan asas bimbingan dan konseling merupakan suatu pedoman (aturan) dan pegangan kemana arah dan tujuan konselor dalam penanganannya terhadap keluhan klien. sesuai dengan asas BK sehingga peoses konseling berjalan lancar dan permasalahan klien dapat terselesaikan.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/14/fungsi-prinsip-dan-asas-bimbingan-dan-konseling/

peran guru kelas dalam pelayanan BK

Judul: PERAN GURU KELAS DALAM PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING DI SEKOLAH DASAR
Bahan ini cocok untuk Semua Sektor Pendidikan bagian PENDIDIKAN / EDUCATION.
Nama & E-mail (Penulis): Rustantiningsih
Saya Guru di SDN Anjasmoro Semarang
Topik: Bimbingan Konseling
Tanggal: 8 Juli 2008
PERAN GURU KELAS DALAM PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING DI SEKOLAH DASAR

Oleh: Rustantiningsih

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 pasal 3 dinyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Sejalan dengan tujuan pendidikan nasional maka dirumuskan tujuan pendidikan dasar yakni memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan menengah (pasal 3 PP nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar).

Pendidikan dasar merupakan pondasi untuk pendidikan selanjutnya dan pendidikan nasional. Untuk itu aset suatu bangsa tidak hanya terletak pada sumber daya alam yang melimpah, tetapi terletak pada sumber daya alam yang berkualitas. Sumber daya alam yang berkualitas adalah sumber daya manusia, maka diperlukan peningkatan sumber daya manusia Indonesia sebagai kekayaan negara yang kekal dan sebagai investasi untuk mencapai kemajuan bangsa.

Bimbingan konseling adalah salah satu komponen yang penting dalam proses pendidikan sebagai suatu sistem. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang bahwa proses pendidikan adalah proses interaksi antara masukan alat dan masukan mentah. Masukan mentah adalah peserta didik, sedangkankan masukan alat adalah tujuan pendidikan, kerangka, tujuan dan materi kurikulum, fasilitas dan media pendidikan, system administrasi dan supervisi pendidikan, sistem penyampaian, tenaga pengajar, sistem evaluasi serta bimbingan konseling (Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang, 1990:58).

Bimbingan merupakan bantuan kepada individu dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya. Bantuan semacam itu sangat tepat jika diberikan di sekolah, supaya setiap siswa lebih berkembang ke arah yang semaksimal mungkin. Dengan demikian bimbingan menjadi bidang layanan khusus dalam keseluruhan kegiatan pendidikan sekolah yang ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dalam bidang tersebut.

Di Sekolah Dasar, kegiatan Bimbingan Konseling tidak diberikan oleh Guru Pembimbing secara khusus seperti di jenjang pendidikan SMP dan SMA. Guru kelas harus menjalankan tugasnya secara menyeluruh, baik tugas menyampaikan semua materi pelajaran (kecuali Agama dan Penjaskes) dan memberikan layanan bimbingan konseling kepada semua siswa tanpa terkecuali.

Dalam konteks pemberian layanan bimbingan konseling, Prayitno (1997:35-36) mengatakan bahwa pemberian layanan bimbingan konseling meliputi layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok.

Guru Sekolah Dasar harus melaksanakan ketujuh layanan bimbingan konseling tersebut agar setiap permasalahan yang dihadapi siswa dapat diantisipasi sedini mungkin sehingga tidak menggangu jalannya proses pembelajaran. Dengan demikian siswa dapat mencapai prestasi belajar secara optimal tanpa mengalami hambatan dan permasalahan pembelajaran yang cukup berarti.

Realitas di lapangan, khususnya di Sekolah Dasar menunjukkan bahwa peran guru kelas dalam pelaksanaan bimbingan konseling belum dapat dilakukan secara optimal mengingat tugas dan tanggung jawab guru kelas yang sarat akan beban sehingga tugas memberikan layanan bimbingan konseling kurang membawa dampak positif bagi peningkatan prestasi belajar siswa.

Selain melaksanakan tugas pokoknya menyampaikan semua mata pelajaran, guru SD juga dibebani seperangkat administrasi yang harus dikerjakan sehingga tugas memberikan layanan bimbingan konseling belum dapat dilakukan secara maksimal. Walaupun sudah memberikan layanan bimbingan konseling sesuai dengan kesempatan dan kemampuan, namun agaknya data pendukung yang berupa administrasi bimbingan konseling juga belum dikerjakan secara tertib sehingga terkesan pemberian layanan bimbingan konseling di SD "asal jalan".

Dalam Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi bidang Bimbingan Konseling tersirat bahwa suatu sistem layanan bimbingan dan konseling berbasis kompetensi tidak mungkin akan tercipta dan tercapai dengan baik apabila tidak memiliki sistem pengelolaan yang bermutu. Artinya, hal itu perlu dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah. Untuk itu diperlukan guru pembimbing yang profesional dalam mengelola kegiatan Bimbingan Konseling berbasis kompetensi di sekolah dasar.

Berdasar latar belakang tersebut di atas, penulis tergerak untuk melakukan telaah mengenai peran guru kelas dalam pelaksanaan Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka persoalan mendasar yang hendak ditelaah dalam makalah ini adalah bagaimana peran guru kelas dalam pelaksanaan Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar?

B. PEMBAHASAN

1. Hakikat Bimbingan dan Konsling di SD

M. Surya (1988:12) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian atau layanan bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan.

Bimbingan ialah penolong individu agar dapat mengenal dirinya dan supaya individu itu dapat mengenal serta dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi di dalam kehidupannya (Oemar Hamalik, 2000:193).

Bimbingan adalah suatu proses yang terus-menerus untuk membantu perkembangan individu dalam rangka mengembangkan kemampuannya secara maksimal untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat (Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang, 1990:11).

Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik sebuah inti sari bahwa bimbingan dalam penelitian ini merupakan suatu bentuk bantuan yang diberikan kepada individu agar dapat mengembangkan kemampuannya seoptimal mungkin, dan membantu siswa agar memahami dirinya (self understanding), menerima dirinya (self acceptance), mengarahkan dirinya (self direction), dan merealisasikan dirinya (self realization).

Konseling adalah proses pemberian yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien (Prayitno, 1997:106).

Konseling merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada seseorang supaya dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan pada diri sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya dan memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan datang (Mungin Eddy Wibowo, 1986:39).

Dari pengertin tersebut, dapat penulis sampaikan ciri-ciri pokok konseling, yaitu:
(1) adanya bantuan dari seorang ahli,
(2) proses pemberian bantuan dilakukan dengan wawancara konseling,
(3) bantuan diberikan kepada individu yang mengalami masalah agar memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri dalam mengatasi masalah guna memperbaiki tingkah lakunya di masa yang akan datang.

2. Perlunya Bimbingan dan Konseling di SD

Jika ditinjau secara mendalam, setidaknya ada tiga hal utama yang melatarbelangi perlunya bimbingan yakni tinjauan secara umum, sosio kultural dan aspek psikologis. Secara umum, latar belakang perlunya bimbingan berhubungan erat dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional, yaitu: meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut sudah barang tentu perlu mengintegrasikan seluruh komponen yang ada dalam pendidikan, salah satunya komponen bimbingan.

Bila dicermati dari sudut sosio kultural, yang melatar belakangi perlunya proses bimbingan adalah adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat sehingga berdampak disetiap dimensi kehidupan. Hal tersebut semakin diperparah dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, sementara laju lapangan pekerjaan relatif menetap.

Menurut Tim MKDK IKIP Semarang (1990:5-9) ada lima hal yang melatarbelakangi perlunya layanan bimbingan di sekolah yakni:
(1) masalah perkembangan individu,
(2) masalah perbedaan individual,
(3) masalah kebutuhan individu,
(4) masalah penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku, dan
(5) masalah belajar

3. Fungsi Bimbingan dan Konseling di SD

Sugiyo dkk (1987:14) menyatakan bahwa ada tiga fungsi bimbingan dan konseling, yaitu:

a. Fungsi penyaluran ( distributif )

Fungsi penyaluran ialah fungsi bimbingan dalam membantu menyalurkan siswa-siswa dalam memilih program-program pendidikan yang ada di sekolah, memilih jurusan sekolah, memilih jenis sekolah sambungan ataupun lapangan kerja yang sesuai dengan bakat, minat, cita-cita dan ciri- ciri kepribadiannya. Di samping itu fungsi ini meliputi pula bantuan untuk memiliki kegiatan-kegiatan di sekolah antara lain membantu menempatkan anak dalam kelompok belajar, dan lain-lain.

b. Fungsi penyesuaian ( adjustif )

Fungsi penyesuaian ialah fungsi bimbingan dalam membantu siswa untuk memperoleh penyesuaian pribadi yang sehat. Dalam berbagai teknik bimbingan khususnya dalam teknik konseling, siswa dibantu menghadapi dan memecahkan masalah-masalah dan kesulitan-kesulitannya. Fungsi ini juga membantu siswa dalam usaha mengembangkan dirinya secara optimal.

c. Fungsi adaptasi ( adaptif )

Fungsi adaptasi ialah fungsi bimbingan dalam rangka membantu staf sekolah khususnya guru dalam mengadaptasikan program pengajaran dengan ciri khusus dan kebutuhan pribadi siswa-siswa. Dalam fungsi ini pembimbing menyampaikan data tentang ciri-ciri, kebutuhan minat dan kemampuan serta kesulitan-kesulitan siswa kepada guru. Dengan data ini guru berusaha untuk merencanakan pengalaman belajar bagi para siswanya. Sehingga para siswa memperoleh pengalaman belajar yang sesuai dengan bakat, cita-cita, kebutuhan dan minat (Sugiyo, 1987:14)

4. Prinsip-prinsip Bimbingan Konseling di SD

Prinsip merupakan paduan hasil kegiatan teoretik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan (Prayitno, 1997:219). Berikut ini prinsip-prinsip bimbingan konseling yang diramu dari sejumlah sumber, sebagai berikut:

a. Sikap dan tingkah laku seseorang sebagai pencerminan dari segala kejiwaannya adakah unik dan khas. Keunikan ini memberikan ciri atau merupakan aspek kepribadian seseorang. Prinsip bimbingan adalah memperhatikan keunikan, sikap dan tingkah laku seseorang, dalam memberikan layanan perlu menggunakan cara-cara yang sesuai atau tepat.

b. Tiap individu mempunyai perbedaan serta mempunyai berbagai kebutuhan. Oleh karenanya dalam memberikan bimbingan agar dapat efektif perlu memilih teknik-teknik yang sesuai dengan perbedaan dan berbagai kebutuhan individu.

c. Bimbingan pada prinsipnya diarahkan pada suatu bantuan yang pada akhirnya orang yang dibantu mampu menghadapi dan mengatasi kesulitannya sendiri.

d. Dalam suatu proses bimbingan orang yang dibimbing harus aktif , mempunyai bayak inisiatif. Sehingga proses bimbingan pada prinsipnya berpusat pada orang yang dibimbing.

e. Prinsip referal atau pelimpahan dalam bimbingan perlu dilakukan. Ini terjadi apabila ternyata masalah yang timbul tidak dapat diselesaikan oleh sekolah (petugas bimbingan). Untuk menangani masalah tersebut perlu diserahkan kepada petugas atau lembaga lain yang lebih ahli.

f. Pada tahap awal dalam bimbingan pada prinsipnya dimulai dengan kegiatan identifikasi kebutuhan dan kesulitan-kesulitan yang dialami individu yang dibimbing.

g. Proses bimbingan pada prinsipnya dilaksanakan secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan yang dibimbing serta kondisi lingkungan masyarakatnya.

h. Program bimbingan dan konseling di sekolah harus sejalan dengan program pendidikan pada sekolah yang bersangkutan. Hal ini merupakan keharusan karena usaha bimbingan mempunyai peran untuk memperlancar jalannya proses pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan.

i. Dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah hendaklah dipimpin oleh seorang petugas yang benar-benar memiliki keahlian dalam bidang bimbingan. Di samping itu ia mempunyai kesanggupan bekerja sama dengan petugas-petugas lain yang terlibat.

j. Program bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya senantiasa diadakan penilaian secara teratur. Maksud penilaian ini untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan program bimbingan. Prinsip ini sebagai tahap evaluasi dalam layanan bimbingan konseling nampaknya masih sering dilupakan. Padahal sebenarnya tahap evaluasi sangat penting artinya, di samping untuk menilai tingkat keberhasilan juga untuk menyempurnakan program dan pelaksanaan bimbingan dan konseling (Prayitno, 1997:219).

5. Kegiatan BK dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi

Berdasakan Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi bidang Bimbingan Konseling (2004) dinyatakan bahwakerangka kerja layanan BK dikembangkan dalam suatu program BK yang dijabarkan dalam 4 (empat) kegiatan utama, yakni:

a. Layanan dasar bimbingan

Layanan dasar bimbingan adalah bimbingan yang bertujuan untuk membantu seluruh siswa mengembangkan perilaku efektif dan ketrampilan-ketrampilan hidup yang mengacu pada tugas-tugas perkembangan siswa SD.

b. Layanan responsif adalah layanan bimbingan yang bertujuan untuk membantu memenuhi kebutuhan yang dirasakan sangat penting oleh peserta didik saat ini. Layanan ini lebih bersifat preventik atau mungkin kuratif. Strategi yang digunakan adalah konseling individual, konseling kelompok, dan konsultasi. Isi layanan responsif adalah:
(1) bidang pendidikan;
(2) bidang belajar;
(3)bidang sosial;
(4) bidang pribadi;
(5) bidang karir;
(6) bidang tata tertib SD;
(7) bidang narkotika dan perjudian;
(8) bidang perilaku sosial, dan
(9)bidang kehidupan lainnya.

c. Layanan perencanaan individual adalah layanan bimbingan yang membantu seluruh peserta didik dan mengimplementasikan rencana-rencana pendidikan, karir,dan kehidupan sosial dan pribadinya. Tujuan utama dari layanan ini untuk membantu siswa memantau pertumbuhan dan memahami perkembangan sendiri.

d. Dukungan sistem, adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan memantapkan, memelihara dan meningkatkan progam bimbingan secara menyeluruh. Hal itu dilaksanakan melalui pengembangaan profesionalitas, hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru, staf ahli/penasihat, masyarakat yang lebih luas, manajemen program, penelitian dan pengembangan (Thomas Ellis, 1990)

Kegiatan utama layanan dasar bimbingan yang responsif dan mengandung perencanaan individual serta memiliki dukungan sistem dalam implementasinya didukung oleh beberapa jenis layanan BK, yakni:
(1) layanan pengumpulan data,
(2) layanan informasi,
(3) layanan penempatan,
(4) layanan konseling,
(5) layanan referal/melimpahkan ke pihak lain, dan
(6) layanan penilaian dan tindak lanjut (Nurihsan, 2005:21).

6. Peran Guru Kelas dalam Kegiatan BK di SD

Implementasi kegiatan BK dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi sangat menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar. Oleh karena itu peranan guru kelas dalam pelaksanaan kegiatan BK sangat penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan.

Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam kegiatan BK, yaitu:

a. Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.

b. Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.

c. Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.

d. Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

e. Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.

f. Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.

g. Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.

h. Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.

i. Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.

C. PENUTUP

1. Simpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa guru kelas dalam pelaksanaan Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar sangat penting sekali. Sejalan diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi, guru kelas mempunyai peran yang sentral dalam kegiatan BK. Peran tersebut mencakupi peran sebagai informator, organisator, motivator, director, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator, dan evaluator. Peran tersebut tidak dapat berjalan sendiri-sendiri, namun merupakan sebuah sistem yang saling melengkapi dalam kegiatan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar.

2. Saran

Mewujudkan peran guru kelas dalam pelaksanaan kegiatan BK di SD bukanlah hal yang mudah. Hal tersebut dikarenakan, di SD tidak memiliki Guru Pembimbing. Guru kelas memiliki tanggung jawab ganda, di samping mengajar juga membimbing. Oleh karena itu, guru kelas hendaknya meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang pelaksanaan kegiatan BK sehingga memiliki wawasan yang mendalam terhadap kegiatan-kegiatan BK di Sekolah Dasar.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2004. Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi bidang Bimbingan Konseling. Jakarta: Puskur Balitbang Depdiknas.

M. Surya. 1988. Pengantar Bimbingan dan Penyuluhan. Jakarta : UT.

Mungin Eddy Wibowo. 1986. Konseling di Sekolah Jilid I. FIP IKIP Semarang.

Nurihsan, Juntika. 2005. Manajemen Bimbingan Konseling di SD Kurikulum 2004. Jakarta: Gramedia Widiasaraan Indonesia.

Oemar Hamalik. 2000. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

PP nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar. Jakarta: Dedpikbud.

Prayitno Erman Amti. 1997. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Depdikbud.

Sardiman. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sugiyo, dkk. 1987. Bimbingan dan Konseling Sekolah. Semarang: FIP IKIP Semarang.

Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang. 1990. Bimbingan dan Konseling Sekolah. Semarang: IKIP Semarang Press.

UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Tamita Jaya Utama

Winkel, 1991, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta : Alfabeta, Ground
Saya Rustantiningsih setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). .
CATATAN:
Artikel-artikel yang muncul di sini akan tetap di pertanggungjawabkan oleh penulis-penulis artikel masing-masing dan belum tentu mencerminkan sikap, pendapat atau kepercayaan Pendidikan Network.






Mengembangkan Kecakapan Hidup
oleh : Melly Latifah

Sukses dalam kehidupan merupakan dambaan setiap manusia. Akan tetapi, untuk itu diperlukan bekal yang cukup, tidak saja kecerdasan dalam berpikir, tetapi juga kecakapan dalam mengelola/mengatur diri sendiri dan kecakapan dalam menangani suatu hubungan, serta keterampilan dalam bekerja. Tanpa semua itu, mustahil seseorang dapat meraih kesuksesan dalam hidupnya. Pintar berpikir saja tidak cukup, sekolah tinggi saja tidak cukup tanpa memiliki keterampilan dalam berkerja dan berhubungan (bergaul).

Sebaliknya, pandai bergaul dan bisa bekerja saja juga tidak memadai, tanpa memiliki kepandaian dalam berpikir dan kreativitas. Jadi, semua aspek itu penting, dan itulah yang dikenal dengan istilah Life Skills atau diterjemahkan sebagai Kecakapan Hidup.

Banyak orang yang mengartikan Kecakapan Hidup secara sempit, di mana Kecakapan Hidup diartikan sebagai keterampilan kerja (Vocational Skills). Padahal, Memiliki Kecakapan Hidup bukan sekedar memiliki keterampilan kerja, namun lebih luas dari itu. Kecakapan Hidup adalah suatu kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasi problema tersebut (Latifah, dkk., 2002).

Mengingat Kecakapan Hidup sangat penting sebagai kunci sukses dalam kehidupan, maka setiap orang patut memilikinya. Kecakapan Hidup tidak dapat dibentuk dalam waktu singkat, tetapi diperlukan latihan yang terus-menerus dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu, keinginan/motivasi yang kuat untuk maju dan berubah ke arah yang lebih baik dari setiap orang sangat memegang peranan penting dalam keberhasilan pengembangan Kecakapan Hidup ini. Menurut Latifah, dkk. (2002), Kecakapan Hidup meliputi empat hal, yaitu : 1. Kecakapan Diri (personal skill). 2. Kecakapan Sosial (social skill). 3. Kecakapan Akademik (akademic skill). 4. Kecakapan Bekerja (vocational skill).

Kecakapan Diri merupakan kecakapan seseorang dalam memahami (kesadaran diri), mengatur dan memotivasi diri sendiri. Kecakapan Sosial atau kecakapan antar personal mencakup antara lain kecakapan berkomunikasi dengan empati dan kecakapan membina hubungan/ bekerjasama. Empati merupakan sikap penuh pengertian terhadap orang lain, sehingga berkesan baik dan dapat menumbuhkan hubungan yang harmonis. Kecakapan Akademik meliputi kecakapan membaca, menulis, berhitung dan kecakapan lain yang umumnya dipelajari disekolah. Kecakapan Bekerja adalah kecakapan yang berkaitan dengan keterampilan kerja. Keterampilan kerja ini merupakan bekal yang selayaknya dimiliki seseorang agar dapat hidup berguna dan mandiri secara ekonomi. Pada tulisan ini, penulis akan lebih fokus pada dua kecakapan hidup, yaitu Kecakapan Diri (personal skill) dan Kecakapan Sosial (social skill).

A. KECAKAPAN DIRI

Menurut Daniel Goleman, Kecakapan Diri menentukan bagaimana kita mengelola diri sendiri. Kecakapan Diri ini meliputi tiga hal, yaitu Kesadaran Diri, Pengaturan Diri, dan Motivasi.

1. Kesadaran Diri

Memiliki Kesadaran Diri artinya : mengetahui kondisi diri sendiri, kesukaan, sumberdaya, dan intuisi. Kesadaran Diri terdiri dari tiga aspek, yaitu :
• Kesadaran emosi : mengenali emosi diri sendiri dan efeknya.
• Penilaian diri secara teliti : mengetahui kekuatan dan batas-batas diri sendiri.
• Percaya diri: memiliki keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri.

2. Pengaturan Diri

Pengaturan Diri artinya: mampu mengelola kondisi, impuls, dan sumberdaya diri sendiri. Pengaturan Diri terdiri dari lima aspek, yaitu :
• Kendali diri : mampu mengelola emosi-emosi dan desakan-desakan hati yang merusak.
• Sifat dapat dipercaya : memelihara norma kejujuran dan integritas.
• Kewaspadaan : bertanggung jawab atas kinerja pribadi.
• Adaptibilitas : luwes dalam mengahadapi perubahan.
• Inovasi : mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan, dan informasi-informasi baru.

3. Motivasi

Motivasi artinya : kecenderungan emosi yang mengantar atau memudahkan pencapaian sasaran. Motivasi meliputi tiga aspek, yaitu :
• Dorongan prestasi : memiliki semangat/dorongan untuk menjadi lebih baik atau senantiasa berusaha memenuhi standar/target keberhasilan.
• Komitmen : mampu menyesuaikan diri dengan sasaran kelompok atau perusahaan.
• Optimisme : gigih dalam memperjuangkan sasaran kendati ada halangan dan kegagalan.


B. KECAKAPAN SOSIAL

Kecakapan Sosial menentukan bagaimana kita menangani suatu hubungan (Goleman, 1999). Oleh karena itu, keberhasilan seseorang dalam bergaul atau berhubungan dengan orang/kelompok orang tergantung pada Kecakapan Sosial yang dimilikinya. Kecakapan Sosial ini mencakup dua aspek, yaitu Kemampuan Berempati dan Keterampilan Membina Hubungan.

1. Kemampuan Berempati

Kemampuan Berempati artinya : kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain. Kemampuan Berempati meliputi lima aspek, yaitu :
• Memahami orang lain : mampu membaca perasaan dan pandangan/pikiran orang lain, dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka.
• Orientasi pelayanan : mampu mengantisipasi, mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan.
• Mengembangkan orang lain : mampu merasakan kebutuhan perkembangan orang lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka.
• Mengatasi keragaman : mampu menumbuhkan peluang melalui pergaulan dengan bermacam-macam orang.
• Kesadaran politis : mampu membaca arus-arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan.

2. Keterampilan Membina Hubungan

Keterampilan Membina Hubungan artinya : kecakapan dalam menggugah/ mempengaruhi orang lain. Keterampilan Membina Hubungan meliputi delapan aspek, yaitu :
• Pengaruh : memiliki taktik-taktik untuk melakukan persuasi.
• Komunikasi : mampu menyampaikan pesan (pikiran/perasaan) dengan jelas dan meyakinkan.
• Kepemimpinan : mampu membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok dan orang lain.
• Katalisator perubahan : mampu memulai dan mengelola perubahan.
• Manajemen konflik : mampu bernegosiasi dan memecahkan silang pendapat.
• Pengingkat jaringan : mampu menumbuh-kembangkan hubungan sebagai alat untuk meraih kesuksesan.
• Kolaborasi dan kooperasi : mampu bekerjasama dengan orang lain demi tujuan bersama.
• Kemampuan tim : mampu menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan tujuan bersama.

Setelah mengetahui, memahami dan menyadari Kecakapan Hidup (Life Skills) ini, diharapkan Anda memiliki kemauan untuk mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Daftar Pustaka :

1. Goleman, Daniel. 1999. Kecerdasan Emosional. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

2. Latifah, Melly; Dwi Hastuti; Ratna Megawangi; Pipip Rosida; Wiwin Winarsih. 2002. Penyusunan Naskah Pengembangan Model Penyelenggaraan BBE (Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup) Melalui Pembelajaran Terpadu di TK dan SD Kelas Rendah. Direktorat TK-SD, Departemen Pendidikan Nasional dan Jurusan GMSK-Faperta-IPB.

satlan BK

SATUAN LAYANAN
BIMBINGAN KELOMPOK

A. Topik Permasalahan : Topik Tugas
B. Bidang bimbingan : Pribadi dan Sosial
C. Jenis layanan : Bimbingan Kelompok
D. Fungsi layanan : Pemahaman dan Pencegahan
E. Tujuan yang ingin dicapai :
1. Mahasiswa dapat mengembangkan kemampuan sosialisasi terutama dalam berkomunikasi
2. Mahasiswa dapat mengembangkan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap terutama :
a) Berani mengemukakan pendapat.
b) Mampu bertenggang rasa.
c) Menghormati orang lain.
F. Sasaran : Mahasiswa
G. Uraian kegiatan dan materi :
1. Pembentukan
a. Membuka kegiatan bimbingan kelompok dengan mengucapkan salam
b. Pemimpin kelompok mengucapkan terimakasih kepada anggota atas kedatangannya
c. Memimpin berdoa.
d. Perkenalan antara pemimpin kelompok dengan anggota kelompoknya
e. Melakukan permainan (ice breaking) untuk memberikan kehangatan dan mencairkan suasana.
f. Penstrukturan:
1) Menjelasakan pengertian
2) Menjelasakan tujuan
3) Menjelaskan proses
4) Menjelaskan azas
5) Menjelaskan cara pelaksanaan
g. Pemimpin kelompok menetapkan kontrak waktu.
2. Peralihan
a. Menjelaskan kembali maksud dan tujuan
b. Pemimpin kelompok memastikan bahwa anggotanya telah siap untuk melangkah menuju tahap berikutnya.
c. Pemimpin kelompok menjelaskan topic yang ada dalam bimbingan kelompok
3. Kegiatan.
a. Pemimpin kelompok menetapkan topic tugas.
b. Pemimpin kelompok menjelaskan alasan pembahasan topic tersebut.
c. Pemimpin kelompok bersama anggota membahas topik.
e. Melakukan selingan atau permainan agar suasana menjadi rileks atau tidak tegang.
f. Pemimpin kelompok menyimpulkan hasil bahasan topic.
4. Pengakhiran
a. Pemimpin kelompok mengungkapkan bahwa kegiatan akan segera diakhiri atau berakhir.
b. Pemimpin kelompok menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan understanding, comfort, & action (UCA)
c. Pemimpin kelompok menanyakan pesan dan kesan anggota secara bergantian
d. Menutup kegiatan dengan berdoa
f. Mengucapkan terima kasih
H. Metode : Ulas Pendapat dan Tanya
Jawab
I. Tempat pelaksanaan : Gedung D103 FKIP UPS
Tegal,
J. Waktu dan tanggal : 13 juni 2011 pukul 15.00
WIB

K. Alat dan perlengkapan yang digunakan : Buku Panduan dan alat
tulis menulis
L. Rencana penilaian dan tindak lanjut :
1. Penilaian
a) Proses, dapat diketahui dari keefektifan, kesungguhan, kesukarelaan, dan ketertarikan siswa pada topik.
b) Penilaian dilihat dari pengungkapan pesan kesan dan harapan yang disampaikan saat pengakhiran.
c) Hasil, mahasiswa dapat berbagi pengalaman, informasi, opini, dan saran terhadap topik terkait atau yang dibahas.
2. Tindak lanjut
Tindak lanjut, kegiatan dapat dilanjutkan dengan melakukan layanan lain. Misal, konseling kelompok, konseling individu, serta layanan yang lainnya.
M. Keterkaitan layanan : Aplikasi Instrumen dan
Himpunan Data
N. Catatan khusus :……………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Tegal, 18 April 2011
Praktikan


Ahmad Baidhowie
NIM. 1109501141





PERMAINAN 1

1. Judul
“ Rangkaian Nama “
2. Deskripsi
Permainan ini berintikan penggabungan atau perangkaian nama dari semua anggota kelompok, termasuk ketua kelompok.

3. Tujuan dan Nilai Kelompok
a. Permainan ini dilaksanakan pada awal kegiatan kelompok (Tahap Pembentukan), agar semua peserta mengenal dan hafal nama semua anggota kelompok, dan dengan demikian akan meningkatkan keakraban dan kebersamaan antar sesama anggota kelompok.
b. Permainan ini menuntut pemusatan perhatian dan dapat membawa suasana yang menggembirakan sehingga suasana kelompok menjadi lebih dan menyenangkan.
c. Setiap anggota kelompok (termasuk pemimpin kelompok) berusaha mengenal dan meyebutkan dengan benar nama-nama semua anggota kelompok; dengan demikian semua anggota kelompok akan merasa diakui oleh anggota lainnya. Permainan ini mendorong dikembangkannya “perasaan dalam kelompok” untuk semua anggota kelompok.

4. Pemain
Seluruh anggota kelompok, termasuk pemimpin kelompok

5. Cara Bermain
a. Semua anggota kelompok dan pemimpin kelompok berada ditempat duduk yang disusun dengan membentuk lingkaran
b. Pemimipin kelompok menjelaskan jalannya permainan, yaitu :
(1) Mula-mula salah seorang anggota kelompok, sebagai orang pertama, menyebutkan namanya sendiri, misalnya Ucha.
(2) Kemudian arah ke kiri atau ke kanan, anggota kelompok lainnya, sebagai orang kedua, menyebutkan nama anggota yang telah mengemukakan nama sebelumnya. (yaitu Ucha) dan langsung disambungkan dengan nama sendiri, misalnya nama orang kedua itu Rina; maka orang kedua itu menyebutkan Ucha-Rina.
(3) Begitu selanjutnya orang ketiga, dan seterusnya, satu persatu mengkaitkan nama-nama yang telah tersebut terdahulu dengan namanya sendiri.
(4) Semua anggota kelompok mendapat giliran untuk menyebutkan nama semua anggota kelompok dan nemanya sendiri, sehingga semua nama itu terangkaikan.
c. Percobaan
Anggot kelompok diajak mencoba permainan tersbut. Pemimpin kelompok menhunjuk salah satu anggota untuk memulainya, dilanjutkan oleh anggota berikutnya. Apabila pelaksanaannya sudah betul, permainan dapat dilanjutkan, dan apabila belum etul dijelaskan kembali. Diwaktu menyebutkan nama anggota lainnya, anggota yang menyebutkan nama itu harus melihat wajah anggota yang namanya sedang disebutkan.
d. Bermain Sebenarnya
Setelah dicobakan ternyata berhasi, permainan dilaksnakan secara lengkap. Semua anggota kelompok menyiapkan diri dan menyimak dengan baik untuk menunggu giliran merangkai nama-nama iru.
e. Begitu selanjutnya sampai semua anggota kelompok mendapat kesempatan untuk merangkaikan nama-nama anggota kelompoknya secara tepat dan lengkap.
6. Cataan Khusus
a. Putaran rangkaian nama itu dapat dilakukan beberapa kali, sampai semua anggota kelompok, termasuk Pemimpin kelompok benar-benar hafal nama semua anggota kelompok.
b. Dalam putaran pertama hendaknya dusahakan agar Pemimpin kelompok mendapat giliran terakhir untuk merangkai nama itu; dengan demikian Pemimpin kelompok diwajibkan sejak awalnya mengahafal seluruh nama anggota kelompoknya.
c. Permainan amat efektif untuk para anggota kelompok yang baru pertama kali bertemu.































PERMAINAN II

1. Judul
“Berebut Kursi”

2. Deskripsi
Permaianan ini berintikan gerakan untuk mendapatkan tempat duduk dengan mengikuti sebuah nyayian lagu.

3. Tujuan dan Nilai Kelompok
Permainan ini dilakukan di antara kegiatan kelompok yang telah berlangsung lama (misalnya di antara diskusi atau pembahasan masalah oleh para anggota kelompok), permainan ini dapat menghilaangkan ketegangan yang ditimbulkan oleh keseriusan kegiatan diskusi dan pembahasan tersebut, sehingga kegiatan kelompok selanjutnya akan tetap berjalan dengan bergiliran dan mantap.

4. Pemain
a. Semua anggota kelompok
b. Pemimpin kelompok tidak ikut bermain, tetapi menjadi pengeloala permainan

5. Cara Bermain
a. Tempat duduk disusun melingkar; satu orang tidak mendapat tempat duduk.
b. Pemain berdiri membelakangi kursi.
c. Para peserta dipersilahkan duduk. Peserta yang tidak mendapat tempat duduk berada di luar garis lingkaran dan bersiap-siap mengintai kursi yang kosong. Nantinya, peserta yang tidak kebagian kursi itu akan berusaha “merebut” sebuah kursi yang akan menjadi tempat duduknya.
d. Pemimpin kelompok menjelaskan jalannya permaianan, yaitu :
(1) Kepada mereka (para peserta) menyayikan sebuah lagu.
(2) Apabila pemimpin kelompok mengatakan “stop” pada baiat-bait lagu tertentu, maka anggota kelompok segera berebut kursi.
e. Peserta yang tidak mendapatkan tempat duduk berusaha mendapatkan tempat duduk sewaktu pemimpin kelompok mengatakan “stop”
f. Percobaan :
Peserta diajak mencoba melaksanakan permainan ini. Pemimpin kelompok menyayikan lagu.
g. Permaianan Sebenarnya :
Setelah percobaan lancar, maka diadakan permaianan sebenarnya,. Dalam proses permianan, peserta yang tidak duduk dapat di beri kesempatan “untuk unjuk kebolehannya” seperti menyanyi, puisi dsb.

6. Catatan Khusus
a. Lagunya yang ada jedanya
b. Jarak antara tempat duduk yang melingkar diusahakan lebih longgar













PELAKSANAAN

A. Tahap Pembentukan
Pada tahap pembentukan ini anggota telah melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
1. Praktikan mengucapkan salam, menanyakan kabar anggota kelompok dan mengucapkan terimakasih atas keikutsertaan anggota kelompok untuk mengikuti kegiatan bimbingan kelompok.
( Ass. Selamat sore adik-adik, bagaimana kabar kalian hari ini ? tampaknya semuanya baik-baik saja terlihat dari pancaran wajah kalian cerah tanpa celah. Terimakasih atas partisipasi kalian yang sudah meluangkan waktunya untuk mengikuti salah satu layanan dalam bimbingan dan konseling yaitu bimbingan kelompok).
2. Menerima kehadiran anggota kelompok secara terbuka dan mengucapkan terimakasih
( tampaknya kalian sangat bersemangat untuk mengikuti kegiatan ini, terlihat dari wajah kalian yang ceria tanpa beban).
3. Berdo’a
( sebelum kita lanjutkan kegiatan marilah kita berdoa agar apa yang kita lakukan sore hari ini dapat memberi manfaat dan hasil yang bisa kita rasakan ).
4. Praktikan menjelaskan tentang pengertian, tujuan dan asas-asas yang digunakan dalam bimbingan kelompok
a. Pengertian bimbingan kelompok yaitu suatu kegiatan yang dilakukan secara berkelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok dimana semua anggota kelompok saling mengemukakan pendapat, menanggapi yang dibahas dalam kegiatan tersebut
b. Tujuan bimbingan kelompok yaitu
1). Siswa diharapkan mampu berbicara didepan orang banyak, mampu mengeluarkan ide, gagasan, pendapat,..
2). Siswa mampu menghargai pendapat orang lain
3). Siswa mampu mengendalikan diri dan menahan emosi
c. Azas-azas bimbingan kelompok, yaitu azas keterbukaan, kesukarelaan, kenormatifan, kekinian, kerahasiaan
( Dalam kegiatan ini masing-masing anggota diminta secara sukarela untuk berbicara, mengeluarkan perasaan-perasaannya, pendapat, saran dan tanggapan dengan terbuka. Pada saat salah satu anggota sedang mengemukakan pendapat maka anggota yang lain mendengarkan dengan baik).
5. Saling memperkenalkan diri baik praktikan maupun anggota kelompok
( selanjutnya yaitu perkenalan, silahkan kalian sebutkan nama, alamat, hobby, nomer hp dll agar kalian bisa berkomunikasi diluar kegiatan BKp ini).
6. Mengadakan permainan kepada anggota kelompok untuk lebih mengakrabkan diri dengan anggotanya.
( adik-adik, mari kita duduk di tempat duduk yang kita bentuk sebuah lingkaran, Mula-mula salah seorang anggota kelompok, sebagai orang pertama, menyebutkan namanya sendiri, misalnya Ucha, Kemudian arah ke kiri atau ke kanan, anggota kelompok lainnya, sebagai orang kedua, menyebutkan nama anggota yang telah mengemukakan nama sebelumnya. (yaitu Ucha) dan langsung disambungkan dengan nama sendiri, misalnya nama orang kedua itu Rina; maka orang kedua itu menyebutkan Ucha-Rina, dst…)

B. Tahap Peralihan
1. Praktikan menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya.
( perlu kalian ketahui, kegiatan yang akan kita lakukan selanjutnya adalah ulas pendapat dan tanya jawab mengenai topik yang dibahas).
2. Praktikan menegaskan topik yang akan dibahas dalam kegiatan bimbingan kelompok ini.
( dalam kegiatan ini topik permasalahan yang akan dibahas adalah topik tugas, maksudnya adalah bapak yang memberikan topik bahasan dan kalian yang mengungkapkan pendapat atau ide-ide mengenai topik tersubut).
3. Praktikan menanyakan kesiapan para anggota kelompok untuk masuk pada tahap kegiatan dan ternyata semua anggota kelompok telah siap.
( Apakah kalian masih semangat dan siap untuk mengikuti kegiatan selanjutnya ? Siap pak. Bapak sangat senang dan bangga dengan antusias kalian dalam mengikuti kegiatan ini).

C. Tahap Kegiatan
Dalam tahap kegiatan ada juga beberapa item yang harus dilaksanakan, sebagai berikut :
1. Kesepakatan waktu pelaksanaan.
( sebelum melangkah lebih jauh kita sepakati dulu waktu yang akan kita pakai untuk kegiatan ini agar kegiatan dapat berjalan efektif dan efisien. Kesepakatan waktu 45 menit, mulai jam 15.00 – 15.45 WIB).
2. Pemimpin kelompok mengemukakan topik bahasan yang telah dipersiapkan.
( Topik bahasan yang akan kita ulas yaitu mengenai pengaruh kemajuan teknologi remaja, kemudian kalian sebagai anggota kelompok membahas topik secara tuntas dengan mengeluarkan pendapat, ide, saran dan tanggapan ).
3. Menjelaskan pentingnya Topik tersebut dibahas dalam kelompok.
( pembahasan topik ini bertujuan agar kalian dampak dari kemajuan teknologi, dan agar kalian sebagai insan penerus kebudayaan bangsa dapat memanfaatkan kemaujan teknologi untuk kegiatan-kegiatan positif ).
4. Tanya Jawab Tentang Topik yang dikemukakan pemimpin Kelompok.
( selanjutnya bapak persilahkan kalian satu-persatu untuk mengunkapkan pendapat, ide, saran dan tanggapan mengenai topik ini, ungkapkan saja dengan lepas apa yang ada di dalam pikiran kalian).
5. Pembahasan Topik tersebut secara tuntas
( kita mulai dari sebelah kiri bapak untuk mengungkapkan apapun mengenai kemajuan teknologi, dst. pembimbing hanya mengamati jalannya kegiatan sebagai pengatur lalu lintas ).
6. Selingan.
( apakah kalian masih semangat ? baiklah kalau begitu mari kita susun Tempat duduk melingkar; satu orang tidak mendapat tempat duduk. Sekarang berdiri membelakangi kursi. Silahkan kalian duduk. Yang tidak mendapat tempat duduk berada di luar garis lingkaran dan bersiap-siap mengintai kursi yang kosong. Nantinya, yang tidak kebagian kursi itu akan berusaha “merebut” sebuah kursi yang akan menjadi tempat duduknya. Dst….).
7. Penyimpulan
( kesimpulan dari topic ini adalah bahwa kemajuan teknologi harus juga diimbangi dengan kemajuan pendidikan dan iman kita agar hasil dari kemajuan teknologi dapat kita maksimalkan untuk kegiatan yang bermanfaat).

D. Tahap Pegakhiran
Dalam tahap pengakhiran ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Menjelaskan bahwa kegiatan BKp akan diakhiri
( sesuai dengan waktu yang telah kita sepakati dalam tahap kegiatan tadi, yaitu kegiatan selesai jam 15.45 WIB, berarti waktu kita tinggal 5 menit lagi ).
2. Penilaian segera (Uca)
3. Pembahasan kegiatan lanjutan.
( untuk dua minggu depan kita laksanakan lagi kegiatan BKp ini dengan topik bebas, dan bapak harap kalian masih tetap semangat dan konsisten dalam mengikuti layanan ini).

4. Ucapan terima kasih.
( terima kasih atas partisipasi dan keaktifan adik-adik semua yang sudah berkenan untuk mengikuti kegiatan ini dari awal sampai selesai)
5. Berdo’a.
( marilah kita berdo’a agar apa yang telah kita lakukan dapat memberikan manfaat untuk kita semua).
6. Perpisahan.
( sampai jumpa kembali minggu depan masih tetap diruang ini, hati-hati dijalan, dan langsung pulang kerumah yah... tetap semangat!!!!).

peran guru

Memiliki karir atau pekerjaan yang mapan dan sesuai dengan minat menjadi keinginan setiap orang. Jika kita tanyakan pada siswa TK atau play group tentang apa yang menjadi cita-citanya, maka jawaban yang paling sering didengar adalah menjadi dokter, insinyur, polisi, guru, manajer. Hampir di semua daerah di Indonesia, baik di kota maupun di daerah kita mendapatkan jawaban yang relatif sama. Padahal, jenis pekerjaan sangat beragam. Akibatnya, banyak siswa yang memilih jurusan karena terpengaruh kelompok sebaya atau atas anjuran orangtua yang diakhiri dengan menurunnya motivasi saat menempuh pendidikan.
Fakta lain di lapangan adalah kebingungan beberapa siswa sekolah menengah atas dalam menentukan jurusan di perguruan tinggi, transfer/pindah jurusan di tengah-tengah perkuliahan, atau mendapatkan pekerjaan yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan. Power of kepepet seringkali menjadi alasan umum yang dikemukakan banyak orang yang bekerja di luar bidang keilmuannya.
Ada juga orang yang “banting haluan” dalam berkarir saat ia berada di puncak karir (menurut orang-orang di sekitarnya). Misalnya, Jubing pemain gitar terkenal dari Indonesia yang memilih meninggalkan karirnya di dunia industri untuk mengejar karir sebagai gitaris. Ada yang mengatakan jika karirnya sebagai gitaris sudah terlambat dari faktor usia namun ada juga yang memuji pilihannya. Di luar segala persepsi dan pendapat orang tentang pilihannya, Jubing ternyata sangat menikmati aktivitasnya saat ini sebagai seorang gitaris. Lagu-lagunya terkenal sampai ke luar negeri. Bahkan, ia juga sering diundang ke luar negeri karena keahliannya bermain gitar. Bagaimana dengan fakta ini?
Pada beberapa bagian akhir masa remaja atau permulaan masa dewasa awal, sebagian besar individu memasuki beberapa jenis pekerjaan. Eksplorasi pada banyak pilihan karir banyak direkomendasikan oleh penasehat karir. Individu sering mendeteksi eksplorasi karir dan pengambilan keputusan dalam kondisi ambiguitas, ketidakpastian, dan stress (Lock, dalam Santrock, 2002).
Penulis mempersepsikan hal di atas sebagai dua hal. Pertama, terbatasnya pengetahuan siswa atau anak dalam mengenal berbagai jenis pekerjaan atau karir. Tidak semua anak memiliki kesempatan mengakses berbagai informasi tentang karir atau pekerjaan, tentang apa yang menjadi keinginan dan kesukaannya dalam beraktivitas. Persepsi tradisional orang tua juga membuat anak memiliki keterbatasan dalam memahami berbagai pekerjaan yang disukai. Sebagian orang tua memandang beberapa pekerjaaan yang disukai anaknya sebagai pekerjaan yang ber-masa depan suram, tidak prospek, tidak prestige, tidak dapat dijadikan pegangan hidup.
Kedua, tidak semua anak mengenal apa yang menjadi passion, gairah dalam dirinya. Akibatnya, mereka beraktivitas, berkarir tidak sesuai dengan harapannya, tidak sesuai dengan kesukaannya, gairahnya. T. Harv Eker, CEO dan presiden Peak Potentials Training (dalam Attwood dan Attwood, 2007) berpendapat alasan pertama mengapa orang tidak memperoleh apa yang mereka inginkan adalah mereka tidak mengetahui apa yang mereka inginkan. Bayangkan! Apa yang diinginkan tidak diketahui! Bagaimana orang dapat bekerja sesuai minat dan passion-nya jika mereka tidak menyadari apa yang mereka sukai, apa yang mereka cintai dalam bekerja.
Passion adalah hal-hal yang paling kita cintai dalam hidup kita. Gairah adalah hal penting karena saat membicarakan passion atau mengerjakannya maka semangat kita akan muncul. Jadi, mengikuti passion kita baik bagi kesehatan dan kesejahteraan. Passion itu mengalami perubahan sepanjang waktu pada saat seseorang mulai mengetahui dan memahami dirinya secara lebih mendalam (Attwood dan Attwood, 2007).
Berangkat dari pemikiran yang sangat sederhana, penulis memikirkan apa yang dapat dilakukan untuk membantu anak, dalam hal ini siswa untuk mengenal passion-nya sehingga mereka lebih fokus dalam merencanakan karir dan masa depannya. Penulis memikirkan alternatif model untuk mengetahui dan memetakan passion anak sebagai dasar membantu anak mempersiapkan masa depannya.
Manfaat dari penerapan model sistem ini ada dua yaitu bagi siswa dan orang tua serta bagi pihak sekolah. Siswa dapat mengarahkan diri dalam memilih jurusan dan karirnya. Sekolah juga memiliki nilai tambah karena memiliki data mengenai passion siswa dapat dijadikan salah satu data dalam merancang pengajaran serta meningkatkan nilai ekonomis khususnya terkait promosi.
Dalam sebuah penelitian pada individu-individu setelah mereka meninggalkan bangku sekolah menengah atas diketahui bahwa setengah dari posisi mereka berubah (misal dari siswa ke mahasiswa, dari siswa ke pekerjaan, pekerjaan ke pekerjaan) yang terjadi antara waktu meninggalkan sekolah sampai usia 25 tahunan. Orang dewasa muda tidak sistematis dan tidak memiliki arah dalam eksplorasi dan perencanaan karir mereka (Donald, Kowalski, & Gotkin dalam Santrock, 2002).
Manusia perlu mengenal dirinya sendiri dengan sebaik-baiknya. Dengan mengenal diri sendiri maka manusia akan dapat bertindak dengan tepat sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Namun demikian, tidak semua manusia mampu mengenal segala kemampuan dirinya. Mereka ini memerlukan bantuan orang lain agar dapat mengenal diri sendiri, lengkap dengan segala kemampuan yang dimilikinya, dan bantuan ini dapat diberikan oleh seorang bimbingan dan konseling (Walgito, 2004)
Santrock (2002) menyatakan tiga teori pokok yang menggambarkan bagaimana cara individu membuat pilihan menyangkut karir adalah:
1. Developmental theory of career choice yang dikemukakan oleh Eli Ginzberg menyatakan bahwa individu melalui tiga fase dalam pemilihan karir yaitu:
a. Fase fantasi (sampai dengan usia 11 tahun). Pada masa anak-anak masa depan tampaknya memiliki kesempatan yang tidak terbatas.
b. Fase tentatif (11 – 17 tahun). Masa ini merupakan transisi dari fase fantasi pada masa kanak-kanak menuju pengambilan keputusan yang realistik pada masa dewasa muda. Remaja mengalami kemajuan dari menilai minat mereka menjadi menilai kemampuan mereka sampai menilai value yang mereka miliki.
c. Fase realistik (17 – 18 tahun). Pada fase ini terjadi perubahan cara berpikir dari yang subjektif menjadi pemilihan karir yang lebih realistik. Individu mengeksplorasi lebih luas pilihan karir yang ada, lebih menfokuskan diri pada karir tertentyu dan pada akhirnya memilih pekerjaan tertentu dalam suatu karir.
2. Self-concept theory yang dikemukakan oleh Donald Super. Konsep diri individu memainkan peran pokok dalam pemilihan karir individu. Ia percaya banyak perubahan perkembangan dalam konsep diri tentang pekerjaan terjadi pada waktu remaja dan dewasa muda sebagai berikut:
a. Pada usia 14 – 18 tahun (fase kristalisasi) remaja mengembangkan gagasan tentang bekerja yang berhubungan dengan konsep diri global.
b. Pada usia 18 – 22 tahun (fase pengkhususan) mereka mulai mempersempit pemilihan karir dan memilih perilaku yang memungkinkan mereka memasuki beberapa tipe karir.
c. Pada usia 21 – 24 tahun (fase implementasi) orang dewasa muda mulai menyelesaikan pendidikan dan pelatihan serta mulai memasuki dunia kerja.
d. Pada usia 25 – 35 tahun (fase stabilisasi) adalah keputusan untuk memilih dan menyesuaikan dengan karir tertentu.
e. Pada usia di atas 35 tahun (fase konsolidasi) individu berusaha memajukan karir dan mencapai posisi yang lebih tinggi.
Super percaya bahwa eksplorasi karir pada masa remaja adalah unsur kunci dari konsep diri tentang karir pada remaja dan rentang usia hendaknya dianggap sebagai suatu perkiraan, bukan hal yang kaku untuk diterapkan.
3. Personality type theory yang dikemukakan oleh John Holland menekankan pentingnya membangun keterkaitan atau kecocokan antara tipe kepribadian individu dengan pemilihan karir tertentu. Ia percaya jika individu menemukan karir yang cocok dengan kepribadiannya maka mereka lebih memungkinkan menikmati pekerjaannya dan bertahan dengan pekerjaannya. Ada enam tipe kepribadian dasar yang berhubungan dengan pekerjaan menurut Holland, yaitu realistik, investigatif, artistik, sosial, konvensional, dan entrepreneur.

Menilik teori-teori di atas khususnya teori dari Ginzberg, pengarahan dan pemilihan karir pada siswa dapat dimulai sejak masa kanak-kanak yaitu pada fase fantasi. Passion atau gairah adalah pengalaman yang sangat pribadi. Ketika kita mulai melakukan apa yang kita sukai, apa yang benar-benar menjadi gairah kita, hidup kita secara tidak tertahankan tertarik ke arah-arah yang bahkan tidak kita bayangkan (Attwood dan Attwood, 2007). Passion anak dapat dipupuk dan dieksplorasi mulai dari pikiran, dari berfantasi. Pada saat ini peran guru bimbingan konseling (BK) sangat penting.
Menurut PP no. 74 tahun 2008, Guru bimbingan dan konseling/konselor memiliki tugas, tanggungjawab, wewenang dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik. Tugas guru bimbingan dan konseling/konselor terkait dengan pengembangan diri peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, dan kepribadian peserta didik di sekolah/madrasah. Tugas guru bimbingan dan konseling/konselor yaitu membantu peserta didik dalam:
1. Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami, menilai bakat dan minat.
2. Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial dan industrial yang harmonis, dinamis, berkeadilan dan bermartabat.
3. Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar untuk mengikuti pendidikan sekolah/madrasah secara mandiri.
4. Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir.

Sedangkan jenis layanan yang diberikan oleh guru bimbingan dan konseling/konselor adalah (http://id.wikipedia.org/wiki/Konselor_pendidikan dan http://www.ypk.or.id/in/berita-a-artikel/artikel/161-tugas-guru-bkkonselor.html):
1. Layanan orientasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah/madrasah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran peserta didik di lingkungan yang baru.
2. Layanan informasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan.
3. Layanan penempatan dan penyaluran, yaitu layanan yang membantu peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, dan kegiatan ekstra kurikuler.
4. Layanan penguasaan konten, yaitu layanan yang membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terutama kompetensi dan atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah/madrasah, keluarga, industri dan masyarakat.
5. Layanan konseling perorangan, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam mengentaskan masalah pribadinya.
6. Layanan bimbingan kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir/jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.
7. Layanan konseling kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok.
8. Layanan konsultasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik
9. Layanan mediasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antar mereka.

Kegiatan-kegiatan di atas didukung oleh (http://www.ypk.or.id/in/berita-a-artikel/artikel/161-tugas-guru-bkkonselor.html):
1. Aplikasi instrumentasi, yaitu kegiatan mengumpulkan data tentang diri peserta didik dan lingkungannya, melalui aplikasi berbagai instrumen, baik tes maupun nontes.
2. Himpunan data, yaitu kegiatan menghimpun data yang relevan dengan pengembangan peserta didik, yang diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu dan bersifat rahasia.
3. Konferensi kasus, yaitu kegiatan membahas permasalahan peserta didik dalam pertemuan khusus yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik, yang bersifat terbatas dan tertutup.
4. Kunjungan rumah, yaitu kegiatan memperoleh data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik melalui pertemuan dengan orang tua atau keluarganya.
5. Tampilan kepustakaan, yaitu kegiatan menyediakan berbagai bahan pustaka yang dapat digunakan peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan sosial, kegiatan belajar, dan karir/jabatan.
6. Alih tangan kasus, yaitu kegiatan untuk memindahkan penanganan masalah peserta didik ke pihak lain sesuai keahlian dan kewenangannya.

Rumusan Permasalahan
Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana model sistem untuk mengetahui passion dan merencanakan passion pada siswa?

Metode Penelitian.
Metode yang dipakai oleh penulis adalah literature review. Berdasarkan teori, riset, argumentasi beberapa sumber, evaluasi dari program yang telah ada, penulis mencoba mengemukakan alternatif model sistem untuk mengetahui dan merencanakan passion siswa. Dalam penelitian ini, penulis membatasi lingkup kajian dalam hal memetakan passion siswa sebagai dasar merencanakan karirnya di masa depan. Sedangkan pihak yang terlibat secara langsung adalah guru bimbingan konseling dan siswa. Poin-poin penting dalam tulisan ini adalah:
1. Peran guru bimbingan konseling (BK) di sekolah.
2. Passion siswa sejak siswa mengenal sekolah.
3. Instrumen untuk mengeksplorasi passion siswa.
4. Cara pencatatan passion siswa.
5. Perencanaan karir siswa berdasarkan passion yang dimiliki.

Langkah-langkah dalam penelitian ini diawali dengan menemukan fenomena banyaknya siswa dan lulusan yang kesulitan menemukan passion dalam dirinya dan dilanjutkan dengan membaca berbagai literatur. Setelah itu, mulai disusun usulan suatu model sistem untuk memetakan passion siswa sebagai landasasan perencanaan karirnya di masa mendatang.

Diskusi
Berdasarkan Developmental theory of career choice yang dikemukakan oleh Ginzberg tampaknya pilihan karir seseorang sudah dapat dimulai sejak masa kanak-kanak dimana anak-anak mulai memikirkan aktivitas hidupnya berdasarkan fantasi yang dimiliki. Pada saat ini, guru bimbingan dan konseling (BK) dapat memulai tugas dan perannya untuk memberikan informasi dan mengarahkan passion siswa secara acak. Pada masa sekolah dasar, guru BK dapat membantu siswa mengeksplorasi berbagai aktivitas yang ada. Di tingkat sekolah menengah pertama yang merupakan masa peralihan, guru BK mulai mengarahkan siswa untuk belajar merencanakan dan mengkomunikasikan passion-nya kepada orang lain. Peran guru BK di masa sekolah menengah akhir adalah membantu siswa dalam mengambil keputusan berdasarkan passion dan data-data perkembangan yang dimiliki siswa.
Tugas dan peran guru BK berbeda pada tingkatan pendidikan. Mungkin tidak semua lembaga pendidikan memberikan dan menyiapkan layanan bimbingan dan konseling pada masa pra sekolah (TK) dan sekolah dasar (SD). Padahal, passion siswa sudah dapat dipupuk sejak usia dini, sejak siswa mengenal berbagai aktivitas nyata. Mempertimbangkan mungkin ditemukan beberapa hambatan dalam koordinasi secara periodik tampaknya model sistem yang diajukan akan lebih sesuai bagi lembaga pendidikan yang berkesinambungan dalam satu payung atau yayasan, yaitu lembaga pendidikan yang menyediakan layanan pendidikan mulai usia pra sekolah sampai tingkat sekolah menengah atas.
Guru BK atau guru kelas yang ditunjuk dalam proyek ini memegang peranan yang sangat besar dan vital. Karena itu, kedisiplinan dan komitmen sangat berperan dalam usulan model sistem ini. Peran guru BK dalam model sistem ini adalah:
1. Memberikan layanan informasi berbagai pekerjaan atau karir baik secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya, pada saat masa pra sekolah dan sekolah guru BK dapat menceritakan dan mengenalkan berbagai macam pekerjaan. Tugas ini dapat dikoordinasikan dengan guru kelas.
2. Membantu siswa mengenal diri sendiri khususnya mengenal passion yang dimiliki.
3. Mengarahkan siswa dalam beraktivitas dan merencanakan karirnya di masa depan.

Adapun usulan model sistem dan peran guru BK yang diajukan untuk memetakan passion siswa sehingga siswa dapat mengarahkan karirnya diadopsi dan dimodifikasi dari konsep Passion Test dari Janet Bray Attwood dan Chris Attwood (2007). Usulan model sistem tersebut sebagai berikut:
1. Tingkat Pra sekolah (masa informasi dan fantasi)
a. Peran guru BK memberi stimulus yang dapat merangsang fantasi anak terhadap passion-nya.
b. Metode menginformasikan dan mengenal passion lebih mengarah mengembangkan fantasi anak, antara lain:
i. Cerita-cerita tentang berbagai pekerjaan
ii. Role play berbagai macam pekerjaan
iii. Studi ekskursi tentang berbagai macam pekerjaan
iv. Meminta anak memikirkan 5 aktivitas yang membuatnya senang dan bahagia. Kemudian guru BK mencatat keinginan tersebut (yang mungkin berubah-ubah). Kegiatan ini hendaknya dilakukan minimal 1 bulan sekali untuk mengkondisikan anak supaya mengetahui keinginannya.
c. Pencatatan dilakukan secara periodik, setiap siswa mendapatkan satu file.
2. Tingkat Sekolah Dasar (masa eksplorasi)
a. Peran guru BK tetap mengenalkan informasi berbagai macam aktivitas dan pekerjaan namun sifatnya lebih detil.
b. Metode mengenal passion antara lain:
i. Anak menuliskan 10 aktivitas yang membuatnya senang dan bahagia. Pada masa ini mungkin pilihan anak masih berubah-ubah sehingga perlu dilakukan beberapa kali.
ii. Anak mengurutkan aktivitas tersebut dari yang paling/sangat disukai.
iii. Anak memilih 5 aktivitas yang paling diinginkan setelah mampu menemukan 10 aktivitas.
iv. Bercerita, studi ekskursi, role play, games, mencari literatur dan membuat paper merupakan beberapa alternatif yang dapat membantu siswa mengeksplorasi pengetahuan tentang pekerjaan dan passion-nya.
c. Pencatatan dilakukan secara periodik, setiap siswa mendapatkan satu file. Pada saat perpindahan kelas, guru kelas dapat memberikan catatan perkembangan passion kepada guru berikutnya.
3. Tingkat Sekolah Menengah Pertama (masa perencanaan dan pertimbangan)
a. Peran guru BK tetap memberikan informasi tentang passion dan berbagai aktivitas. Namun, pada masa ini siswa diminta mulai mencatat dan meng-file sendiri passion-nya. Guru BK melakukan fungsdi kontrol terhadap laporan siswa serta merangkum kumpulan passion siswa.
b. Metode mengenal passion
i. Informasi tentang berbagai aktivitas dapat dilakukan dengan pemutaran film, role play, games, studi ekskursi, pembuatan paper dan proyek.
ii. Setiap bulan anak diminta menuliskan 15 aktivitas yang paling diinginkan dalam hidup. Aktivitas tersebut boleh sama karena menandakan kekonsistenan anak. Pada akhir semester anak diminta menyimpulkan 5 aktivitas yang paling diinginkan dalam hidup. Jika aktivitas tersebut sudah tercapai anak dapat melanjutkan pada 5 aktivitas berikutnya.
iii. Anak diminta untuk mulai menemukan hambatan dalam mencapai aktivitas tersebut dan cara mengatasinya.
c. Pencatatan dapat dilakukan secara lebih bervariatif seperti, ada penjelasan atau gambar visual. Pencatatan dilakukan oleh siswa dan guru BK bersifat mengontrol kelengkapan catatan dan memeriksa.
4. Tingkat Sekolah Menengah Atas (masa pengambilan keputusan)
a. Peran guru BK adalah membantu siswa membuat peta passion siswa dan cara mengkomunikasikannya kepada orang lain.
b. Metode mengenal passion
i. Studi ekskursi, role play dan berbagai aktivitas di atas sebaiknya tetap dilakukan. Modifikasi dan pengembangan aktivitas lain dapat dilakukan dengan melibatkan siswa.
ii. Refleksi terhadap passion dan hambatan serta cara menghadapinya dapat dilakukan rutin setiap tahun.
iii. Secara periodik guru BK mengirimkan semacam reminder untuk mengingatkan siswa akan target passion-nya.
c. Pencatatan dilakukan secara periodik oleh siswa. Guru BK berperan memeriksa kelengkapan dan kedisiplinan siswa dalam mencatat.


Dari penjelasan di atas dapat dirangkum suatu skema sebagai berikut:




Simpulan dan saran
Salah satu tugas guru bimbingan dan konseling adalah pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir. Guru bimbingan dan konseling dapat membantu siswa memberikan informasi tentang berbagai karir dan aktivitas serta konsultasi mengenai potensi-potensi yang dimiliki siswa. Untuk mengetahui potensi siswa maka diperlukan data-data yang akurat yang diperoleh melalui instrumen yang dirancang khusus.
Data-data mengenai passion siswa diperoleh melalui instrumen dikumpulkan dan di-up date secara periodik sesuai perkembangan siswa yang nantinya dijadikan bahan pertimbangan dalam memutuskan karir siswa. Data yang telah ada disimpan secara sistematis secara hard copy & soft copy. Up date data dapat dilakukan oleh konselor dan sekolah yang berbeda maupun siswa sendiri asalkan mengikuti dan mempertimbangkan pencatatan yang telah ada. Estafet pencatatan dan penyimpanan data dilakukan secara periodik dan disiplin. Setelah siswa menuntaskan studinya di suatu lembaga pendidikan maka lembaga tersebut memberikan data siswa kepada sekolah berikutnya. Tahapan ini dilakukan mulai dari tingkat pra sekolah (TK) sampai sekolah menengah atas (SMU). Karena pelaksanaannya mungkin bagi beberapa pihak agak rumit maka penyerahan dan pendataan dapat melibatkan orang tua dan siswa. Selain itu, mungkin model sistem ini dapat berjalan lebih efektif di lembaga pendidikan yang berada dalam satu naungan atau yayasan. Selain memberikan manfaat bagi siswa, model sistem ini juga diharapkan memberi nilai tambah bagi lembaga pendidikan berupa layanan khusus yang dapat mempromosikan keunikan dari sekolah.


Daftar Pustaka

Attwood, J.B dan Attwood, C. (2007). The passion test: Cara mudah menemukan takdir anda. Jakarta: Penerbit Gramedia.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 74 tahun 2008 tentang Tugas guru BK/konselor dan pengawasan bimbingan dan konseling.

Santrock, J.W. (2002). Life span development: Perkembangan masa hidup. Jilid 2. Edisi ke-5. Alih bahasa: Achmad Chusairi dan Juda Damanik. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Tugas guru bimbingan dan konseling/konselor dan pengawas bimbingan dan konseling menurut PP no. 74 tahun 2008. Diunduh pada hari Senin, 26 Juli 2010 pk. 08.10 dari: http://www.ypk.or.id/in/berita-a-artikel/artikel/161-tugas-guru-bkkonselor.html

Walgito, B. (2004). Bimbingan dan konseling di sekolah. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Wikipedia. (2010). Konselor pendidikan. Diunduh pada hari Senin, 26 Juli 2010 pk. 08.32 dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Konselor_pendidikan.