Powered By Blogger

Jumat, 10 Juni 2011

T5GAS KUL

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebudayaan Indonesia bisa diartikan seluruh ciri khas suatu yang ada sebelum terbentuknya nasional Indonesia, yang termasuk kebudayaan Indonesia itu adalah seluruh kebudayaan lokal dari seluruh ragam suku – suku di Indonesia. Kebudayaan Indonesia walau beraneka ragam, namun pada dasarnya terbentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan besar lainnya seperti kebudayaan Tioghoa, kebudayaan India dan kebudayaan Arab. Masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai budaya secara logis akan mengalami berbagai permasalahan, persentuhan antar budaya akan selalu terjadi karena permasalahan silang budaya selalu terkait erat dengan cutural materialisme yang mencermati budaya dari pola pikir dan tindakan dari kelompok sosial tertentu dimana pola temperamen ini banyak ditentukan oleh faktor keturunan (genetic), ketubuhan dan hubungan sosial tertentu. Dalam kenyataan persentuhan nilai-nilai budaya juga sebagai manifestasi dinamika kebudayaan yang tidak selamanya berjalan secara mulus.
Setiap kehidupan di dunia ini tergantung pada kemampuan beradaptasi terhadap lingkungannya dalam arti luas. Akan tetapi berbeda dengan kehidupan lainnya, manusia membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif. Manusia tidak sekedar mengandalkan hidup mereka pada kemurahan lingkungan hidupnya seperti ketika Adam dan Hawa hidup di Taman Firdaus. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengelola lingkungan dan mengelola sumber daya secara aktif sesuai dengan seleranya. Kerena itulah manusia mengembangkan kebiasaan yang melembaga dalam struktur sosial dan kebudayaan mereka. Karena kemapuannya beradaptasi secara aktif itu pula, manusia berhasil menempatkan diri sebagai makhluk tertinggi derajatnya dimuka bumi dan paling luas persebarannya memenuhi dunia. Di lain pihak, kemampuan manusia membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif itu telah membuka peluang bagi pengembangan berbagai bentuk organisasi dan kebudayaan menuju peradaban. Dinamika itu telah mewujudkan aneka ragam masyarakat dan kebudayaan dunia, baik sebagai perwujudan adaptasi kelompok. Dinamika sosial itu telah mewujudkan aneka ragam masyarakat dan kebudayaan dunia, baik sebagai perwujudan adaptasi kelompok sosial terhadap lingkungan setempat maupun karena kecepatan perkembangannya. Di lain pihak, kemampuan manusia membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif itu telah membuka peluang bagi pengembangan berbagai bentuk organisasi dan kebudayaan menuju peradaban. Dinamika sosial itu telah mewujudkan aneka ragam masyarakat dan kebudayaan dunia, baik sebagai perwujudan adaptasi kelompok sosial terhadap lingkungan setempat maupun karena kecepatan perkembangannya.

B. Rumusan masalah
1. Masyarakat dan kebudayaan Indonesia.
Kebudayaan di Indonesia sangat beraneka ragam. Hal ini disebabkan sumber kebudayaan masyarakat Indonesia berasal dari kebudayaan lokal yang diakui secara nasional. Akan tetepi kecintaan kepada kebudayaan kian hari kian menipis. Masyarakat Indonesia itu sendiri mempunyai peran yang sangat penting dalam mempertahankannya. Pengaruh pesatnya suatu kemajuan teknologi itu dapat menggeser kebudayaan yang sudah melekat di masyarakat. Pengaruh kebudayaan asing juga berpengaruh akan menipisnya suatu kecintaan kita terhadap budaya yang kita miliki. Permasalahan silang budaya yang dapat menimbulkan persentuhan nilai – nilai budaya pada kondisi masyarakat yang majemuk (heterogen) dan jamak (pluralistis) khususnya masyarakat di Indonesia.
Selain itu perkembangan masyarakat di Indonesia yang tidak mengalami kemandegan itu akhirnya adanya suatu dorongan yang terjadi didalam perkembangan social budaya masyarakat Indonesi. Cepat atau lambatnya suatu perkembangan social dan faktor – faktornya itu yang dapat menimbulnya suatu pro dan kontra didalam masyarakat Indonesia. Lalu muncullah sentimen-sentimen kesuku bangsaan yang memiliki potensi pemecah belah dan penghancuran sesama bangsa Indonesia. Sering kali juga terjadi konflik – konflik antar etnik dan antar agama. Masyarakat Indonesia saat ini yang sedang mengalami pancaroba itu akibat dari suatu tuntutan reformasi dalam pembangunan nasional yang menerapkan pada teknologi maju dalam pelaksanaannya, Padahal didalam penerapannya teknologi itu banyak mengalami pro dan kontra dikalangan masyarakat yang mengakibatkan masyarakat yang tidak siap dengan itu akhirnya akan tergusur dan semakin terpuruk kehidupanya. Apa lagi adanya Keterbatasan Lingkungan (environment scarcity) dalam penerapan Teknologi maju yang mahal biayanya cenderung bersifat exploitative dan expansif dalam pelaksanaannya.
2. Peraturan dan Perundang – undangan.
3. Pendidikan
4. Perkembangan sosial dan kebudayaan dewasa ini
5. Penguatan Budaya Nasional dalam situasi krisis budaya
















BAB II
PEMBAHASAN

A. Masyarakat dan kebudayaan Indonesia
Budaya Indonesia bisa kita artikan juga adalah seluruh kebudayaan nasional, kebudayaan lokal, maupun kebudayaan asal asing yang telah ada di Indonesia sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945. Keanekaragaman budaya di Indonesia yang disebabkan sumber kebudayaan masyarakat Indonesia yang berasal dari kebudayaan lokal yang diakui secara nasional itu sehingga kecintaan budaya kian hari kian menipis. Melihat laju perkembangan zaman sebagai tantangan suatu kebudayaan akan membuat kebudayaan bertahan atau tumbang. Peran yang sangat penting mestinya, yaitu masyarakat itu sendiri. Karena masyarakatlah pemilik kebudayaan akan tetapi biasanya juga bergantung seperti kepada penjaga kebudayaan. Di masyarakat sering disebut juga sebagai pemangku adat. Orang seperti ini yang makin hari makin berkurang jumlahnya. Jika dulu seorang pemangkun adat itu diadakan secara turun – temurun sesuai keturunan, sekarang hal itu seolah tak bias dilakukan. Kadang keturunan dari pemangku adat itu sendiri tak mau bertugas untuk memangku kebudayaan yang dimiliki. Tentu saja kemampuan, pemahaman yang kurang sebagai penyebab utamanya juga. Sekarang pemangku adat ini dipilih atas kemauan dari masyarakat. Dampak yang harus ditanggung adalah berubahnya suatu kebudayaan itu karena akan lebih menjurus kepada kepentingan pribadi.
Pesatnya suatu kemajuan teknologi yang telah menggeserkan kebudayaan yang sudah lekat pada masyarakat Indonesia itu karena kurang kuatnya pelekatan kebudayaan dalam hati yang membuat kebudayaan terpinggirkan, tentu dampak mengerikan yang selanjutnya adalah matinya suatu kebudayaan itu sendiri. Proses selanjutnya adalah makin melesatnya teknologi, bukan berarti teknologi akan menjadi pemenang karena telah mempengaruhi sebuah kebudayaan. Malah akan dikata, teknologi berkembang tanpa memiliki identitas yang jelas. Tentu peran kebudayaan itulah yang akan memberik jelasan identitas. Jadi, sangat indahnya sebuah Negara jika sebuah kebudayaan berjalan seiring perkembangan teknologi. Kalau seperti pengaruh kebudayaan asing itu harusnya tidak menjadi suatu permasalahan akan tetapi malah justru sering menjadi permasalahan yang diberbincangkan di masyarakat kita khususnya. Sebenarnya permasalahan yang terjadi cumin pada para budayawan yang sadar betul atas apa yang mereka dikerjakan. Jika para budayawan memiliki prinsip bahwa kebudayaan itu memiliki ciri khas sendiri, tentu mereka akan bangga telah memiki kebudayaan. Takkan perlu membandingkan dan tak perlu untuk menilainya. Apalagi kebudayaan nasional yang tak pernah membutuhkan kritik. Kebudayaan asli itulah yang dianggap unik.
Dalam kenyataan persentuhan nilai-nilai budaya itu sebagai manifestasi dinamika kebudayaan yang tidak selamanya berjalan secara mulus. Permasalahan silang budaya dalam masyarakat majemuk (heterogen) dan jamak (pluralistis) seringkali bersumber dari masalah komunikasi, kesenjangan tingkat pengetahuan, status sosial, geografis, adat kebiasaan dapat merupakan kendala bagi tercapainya suatu consensus yang perlu disepakati dan selanjutnya ditaati secara luas. Ditambah lagi dengan posisi Indonesia sebagai negara berkembang, akan selalu mengalami perubahan yang pesat dalam berbagai aspek kehidupan. Dinamika sosial dan kebudayaan itu, tidak terkecuali melanda masyarakat Indonesia, walaupun luas spektrum dan kecepatannya berbeda-beda. Demikian pula masyarakat dan kebudayaan Indonesia pernah berkembang dengan pesatnya di masa lampau, walaupun perkembangannya dewasa ini agak tertinggal apabila dibandingkan dengan perkembangan di negeri maju lainnya. Betapapun, masyarakat dan kebudayaan Indonesia yang beranekaragam itu tidak pernah mengalami kemandegan sebagai perwujudan tanggapan aktif masyarakat terhadap tantangan yang timbul akibat perubahan lingkungan dalam arti luas maupun pergantian generasi. Ada sejumlah kekuatan yang mendorong terjadinya perkembangan sosial budaya masyarakat Indonesia. Secara kategorikal ada 2 kekuatan yang memicu perubahan social. Petama, adalah kekuatan dari dalam masyarakat sendiri (internal factor), seperti pergantian generasi dan berbagai penemuan dan rekayasa setempat. Kedua, adalah kekuatan dari luar masyarakat (external factor), seperti pengaruh kontak - kontak antar budaya (culture contact) secara langsung maupun persebaran (unsur) kebudayaan serta perubahan lingkungan hidup yang pada gilirannya dapat memacu perkembangan sosial dan kebudayaan masyarakat yang harus menata kembali kehidupan mereka. Betapapun cepat atau lambatnya perkembangan sosial budaya yang melanda, dan factor apapun penyebabnya, setiap perubahan yang terjadi akan menimbulkan reaksi pro dan kontra terhadap masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Besar kecilnya reaksi pro dan kontra itu dapat mengancam kemapanan dan bahkan dapat pula menimbulkan disintegrasi sosial terutama dalam masyarakat majemuk dengan multi kultur seperti Indonesia. Dengan pemahaman pada fenomena tersebut landasan sosial budaya masyarakat Indonesia yang bercorak pada masyarakat majemuk (plural society) perlu memperoleh perhatian dan dikaji kembali, karena ideology masyarakat majemuk lebih menekankan pada keanekaragaman suku bangsa akan sangat sulit untuk diwujudkan dalam masarakat yang demokratis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk mencapai tujuan proses-proses demokratisasi, ideology harus digeser menjadi ideology keanekaragaman budaya atau multi kulturalisme, Kemajemukan masyarakat Indonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa maka yang nampak menyolok dalam kemajemukan masyarakat Indonesia adalah penekanan pada pentingnya kesukubangsaan yang terwujud dalam komunitas-komunitas suku bangsa, dan digunakannya kesukubangsaan tersebut sebagai acuan utama bagi jati diri individu. Ada sentimen-sentimen kesuku bangsaan yang memiliki potensi pemecah belah dan penghancuran sesama bangsa Indonesia karena masyarakat majemuk menghasilkan batas-batas suku bangsa yang didasari oleh stereotip dan prasangka yang menghasilkan penjenjangan sosial, secara primordial dan sobyektif. Konflik-konflik yang terjadi antar etnik dan antar agama yang terjadi, sering kali berintikan pada permasalahan hubungan antara etnik asli setempat dengan pendatang, konfkil –konflik itu terjadi karena adanya pengaktifan secara berlebihan jatidiri etnik untuk solidaritas dalam memperebutkan sumber daya yang ada (Hamengku Buwono X. 2001).
Masyarakat Indonesia dewasa ini juga sedang mengalami masa pancaroba yang amat dahsyat sebagai akibat tuntutan reformasi secara menyeluruh. Sedang tuntutan reformasi itu berpangkal pada kegiatan pembangunan nasional yang menerapkan teknologi maju untuk mempercepat pelaksanaannya. Di lain pihak, tanpa disadari, penerapan teknologi maju itu menuntut acuan nilai-nilai budaya, norma-norma sosial dan orientasi baru. Tidaklah mengherankan apabila masyarakat Indonesia yang majemuk dengan multi kulturalnya itu seolah-olah mengalami kelimbungan dalam menata kembali tatanan sosial, politik dan kebudayaan dewasa ini. Seperti Penerapan Teknolog, Keterbatasan Lingkungan (environment scarcity).
Dalam Penerapan teknologi maju untuk mempercepat pebangunan nasional selama 32 tahun yang lalu telah menuntut pengembangan perangkat nilai budaya, norma sosial disamping ketrampilan dan keahlian tenagabkerja dengan sikap mental yang mendukungnya. Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya itu memerlukan penanaman modal yang besar (intensive capital investment); Modal yang besar itu harus dikelola secara professional (management) agar dapat mendatangkan keuntungan materi seoptimal mungkin; Karena itu juga memerlukan tenaga kerja yang berketrampilan dan professional dengan orientasi senantiasa mengejar keberhasilan (achievement orientation). Tanpa disadari, kenyataan tersebut, telah memacu perkembangan tatanan sosial di segenap sector kehidupan yang pada gilirannya telah menimbulkan berbagai reaksi pro dan kontra di kalangan masyarakat. Dalam proses perkembangan sosial budaya itu, biasanya hanya mereka yang mempunyai berbagai keunggulan sosial-politik, ekonomi dan teknologi yang akan keluar sebagai pemenang dalam persaingan bebas. Akibatnya mereka yang tidak siap akan tergusur dan semakin terpuruk hidupnya, dan memperlebar serta memperdalam kesenjangan sosial yang pada gilirannya dapat menimbulkan kecemburuan sosial yang memperbesar potensi konflik sosial.dalam masyarakat majemuk dengan multi kulturnya. Sedangkan dalam Keterbatasan Lingkungan (environment scarcity) pada penerapan teknologi maju yang mahal biayanya cenderung bersifat exploitative dan expansif dalam pelaksanaannya. Untuk mengejar keuntungan materi seoptimal mungkin, mesin-mesin berat yang mahal harganya dan beaya perawatannya, mendorong pengusaha untuk menggunakannya secara intensif tanpa mengenal waktu. Pembabatan dihutan secara besar-besaran tanpa mengenal waktu siang dan malam, demikian juga mesin pabrik harus bekerja terus menerus dan mengoah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap di lempar ke pasar. Pemenuhan bahan mentah yang diperlukan telah menimbulkan tekanan pada lingkungan yang pada gilirannya mengancam kehidupan penduduk yang dilahirkan, dibesarkan dan mengembangkan kehidupan di lingkungan yang di explotasi secara besar-besaran. Di samping itu penerapan teknologi maju juga cenderung tidak mengenal batas lingkungan geografik, sosial dan kebudayaan maupun politik. Di mana ada sumber daya alam yang diperlukan untuk memperlancar kegiatan industri yang ditopang dengan peralatan modern, kesana pula mesin-mesin modern didatangkan dan digunakan tanpa memperhatikan kearifan lingkungan (ecological wisdom) penduduk setempat. Ketimpangan sosial-budaya antar penduduk pedesaan dan perkotaan ini pada gilirannya juga menjadi salah satu pemicu perkembangan norma-norma sosial dan nilai-nilai budaya yang befungsi sebagai pedoman dan kerangka acuan penduduk perdesaan yang harus nmampu memperluas jaringan sosial secara menguntungkan. Apa yang seringkali dilupakan orang adalah lumpuhnya pranata sosial lama sehingga penduduk seolah-olah kehilangan pedoman dalam melakukan kegiatan. Kalaupun pranata sosial itu masih ada, namun tidak berfungsi lagi dalam menata kehidupan pendudduk sehari-hari. Seolah-olah terah terjadi kelumpuhan sosial seperti kasus lumpur panas Sidoarjo, pembalakan liar oleh orang kota, penyitaan kayu tebangan tanpa alas an hokum yang jelas, penguasaan lahan oleh mereka yang tidak berhak. Sehingga mengalami kelumpuhan sosial itu yang telah menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan dan berlanjut dengan pertikaian yang disertai kekerasan ataupun amuk.
B. Peraturan dan Perundang – undangan
Sejumlah peraturan dan perundang-undangan diterbitkan pemerintah untuk melindungi hak dan kewajiban segenap warganegara, seperti UU Perkawinan monogamous, pengakuan HAM dan pengakuan kesetaraan gender serta pengukuhan “personal, individual ownership” atas kekayaan keluarga mulai berlaku dan mempengaruhi sikap mental penduduk dengan segala akibatnya.
C. Pendidikan
Kekuatan perubahan yang sangat kuat, akan tetapi tidak disadari oleh kebanyakan orang adalah pendidikan. Walaupun pendidikan di manapun merupakan lembaga ssosial yang terutama berfungsi untuk mempersiapkan anggotanya menjadi warga yang trampil dan bertanggung jawab dengan penanaman dan pengukuhan norma sosial dan nilai-nilai budaya yang berlaku, namun akibat sampingannya adalah membuka cakrawala dan keinginan tahu peserta didik. Oleh karena itulah pendidikan dapat menjadi kekuatan perubahan sosial yang amat besar karena menumbuhkan kreativitas peserta didik untuk mengembangkan pembaharuan (innovation).
Di samping kreativitas inovatif yang membekali peserta didik, keberhasilan pendidikan menghantar seseorang untuk meniti jenjang kerja membuka peluang bagi mobilitas sosial yang bersangkutan. Pada gilirannya mobilitas sosial untuk mempengaruhi pola-pola interaksi sosial atau struktur sosial yang berlaku. Prinsip senioritas tidak terbatas pada usia, melainkan juga senioritas pendidikan dan jabatan yang diberlakukan dalam menata hubungan sosial dalam masyarakat.
Dengan demikian pendidikan sekolah sebagai unsur kekuatan perubahan yang diperkenalkan dari luar, pada gilirannya menjadi kekuatan perubahan dari dalam masyarakat yang amat potensial. Bahkan dalam masyarakat majemuk Indonesia dengan multi kulturnya, pendidikan mempunyai fungsi ganda sebagai sarana integrasi bangsa yang menanamkan saling pengertian dan penghormatan terhadap sesama warganegara tanpa membedakan asal-usul dan latar belakang sosial-budaya, kesukubangsaan, keagamaan, kedaerahan dan rasial. Pendidikan sekolah juga dapat berfungsi sebagai peredam potensi konflik dalam masyarakat majemuk dengan multi kulurnya, apabila diselenggarakan dengan benar dan secara berkesinambungan.
Di samping pendidikan, penegakan hukum diperlukan untuk menjain keadilan sosial dan demokratisasi kehidupan berbangsa dalam era reformasi yang memicu perlembangan sosial-budaya dewasa ini. Kebanyakan orang tidak menyadari dampak sosial reformasi, walaupun mereka dengan lantangnya menuntut penataan kembali kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sesungguhnya reformasi mengandung muatan perubahan sosial-budaya yang harus diantisipasi dengan kesiapan masyarakat untuk menerima pembaharuan yang seringkali menimbulkan ketidak pastian dalam prosesnya.
Tanpa penegakan hukum secara transparan dan akuntabel, perkembangan sosial-budaya di Indonesia akan menghasilkan bencana sosial yang lebih parah, karena hilangnya kepercayaan masyarakat akan mendorong mereka untuk bertindak sendiri sebagaimana nampak gejala awalnya dewasa ini. Lebih berbahayalagi kalau gerakan sosial itu diwarnai kepercayaan keagamaan, seperti penatian datangnya ratu adil dan gerakan pensucian (purification) yang mengharamkan segala pembaharuan yang dianggap sebagai “biang” kekacauan.
Betapaun masyarakat harus siap menghadapi perubahan sosial budaya yang diniati dan mulai dilaksanakan dengan reformasi yang mengandung makna perkembangan ke arah perbaikan tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara

D. Perkembangan sosial dan Kebudayaan dewasa ini
Masyarakat Indonesia dewasa ini sedang mengalami masa pancaroba yang amat dahsyat sebagai akibat tuntutan reformasi secara menyeluruh. Sedang tuntutan reformasi itu berpangkal pada kegiatan pembangunan nasional yang menerapkan teknologi maju untuk mempercepat pelaksanaannya. Di lain pihak, tanpa disadari, penerapan teknologi maju itu menuntut acuan nilai-nilai budaya, norma-norma sosial dan orientasi baru. Tidaklah mengherankan apabila masyarakat Indonesia yang majemuk dengan multi kulturalnya itu seolah-olah mengalami kelimbungan dalam menata kembali tatanan sosial, politik dan kebudayaan dewasa ini.
Pesatnya kemajuan teknologi menggeser kebudayaan yang sudah lekat di masyarakat. Kurang kuatnya pelekatan kebudayaan dalam hati membuat kebudayaan terpinggirkan. Tentu dampak mengerikan selanjutnya adalah matinya kebudayaan itu sendiri.
Proses selanjutnya adalah makin melesatnya teknologi. Bukan berarti teknologi akan menjadi pemenang karena telah mempengaruhi sebuah kebudayaan. Malah akan dikata, teknologi berkembang tanpa memilki identitas yang jelas. Tentu peran kebudayaan itulah yang akan memberi kejelasan identitas. Jadi, akan sangat indahnya sebuah negara jika sebuah kebudayaan berjalan seiring perkembagan teknologi.
 Pengaruh Budaya Asing
Pengaruh budaya asing mestinya tak menjadi masalah jika para budayawan sadar betul atas apa yang dikerjakan. Jika para budayawan memiliki prinsip bahwa kebudayaan memiliki ciri khas sendiri, tentu mereka akan bangga telah memiliki kebudayaan. Tak perlu membandingkan dan tak perlu untuk menilai. Apalagi kebudayaan nasional yang tak pernah membutuhkan kritik. Kebudayaan asli itulah yang akan dianggap unik.
 Pelestarian
Falsafah kebudayaan itu yang kurang terjaga. Mimimnya pelestarian dan pembakuan membuat kebudayaan seolah masih mencari bentuk. Padahal, jika semua kebudayaan sekaligus falsafah yang ada di dalamnya diabadikan dalam tulisan, tentunya akan membuat budaya itu bisa dipelajari di waktu selanjutnya. Tak akan ada lagi perdebatan kebudayaan karena telah memiliki rujukan kepastian dari sumbernya.
Tentu saja masih ada banyak lagi pengaruh yang membuat sebuah kebudayaan itu akan mati atau akan tetap lestari. Yang jelas, yang dibutuhkan kebudayaan sendiri bukan sebuah diskusi tentang pelestarian atau perdebatan tentang nasib kebudayaan. Yang dibutuhkan adalah langkah nyata dan wujud. Sebuah tindakan yang akan membuat sebuah kebudayaan Indonesia tetap langgeng dan bisa menjadi sebuah warisan bangsa.
 Penerapan teknologi maju
Penerapan teknologi maju untuk mempercepat pebangunan nasional selama 32 tahun yang lalu telah menuntut pengembangan perangkat nilai budaya, norma sosial disamping ketrampilan dan keahlian tenagakerja dengn sikap mental yang mendukungnya. Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya itu memerlukan penanaman modal yang besar (intensive capital investment); Modal yang besar itu harus dikelola secara professional (management) agar dapat mendatangkan keuntungan materi seoptimal mungkin; Karena itu juga memerlukan tenagakerja yang berketrampilan dan professional dengan orientasi senantiasa mengejar keberhasilan (achievement orientation).
Tanpa disadari, kenyataan tersebut, telah memacu perkembangan tatanan sosial di segenap sector kehidupan yang pada gilirannya telah menimbulkan berbagai reaksi pro dan kontra di kalangan masyarakat. Dalam proses perkembangan sosial budaya itu, biasanya hanya mereka yang mempunyai berbagai keunggulan sosial-politik, ekonomi dan teknologi yang akan keluar sebagai pemenang dalam persaingan bebas. Akibatnya mereka yang tidak siap akan tergusur dan semakin terpuruk hidupnya, dan memperlebar serta memperdalam kesenjangan sosial yang pada gilirannya dapat menimbulkan kecemburuan sosial yang memperbesar potensi konflik sosial.dalam masyarakat majemuk dengan multi kulturnya.
 Keterbatasan lingkungan (environment scarcity)
Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya cenderung bersifat exploitative dan expansif dalam pelaksanaannya. Untuk mengejar keuntungan materi seoptimal mungkin, mesin-mesin berat yang mahal harganya dan beaya perawatannya, mendorong pengusaha untuk menggunakannya secara intensif tanpa mengenal waktu. Pembabatan dhutan secara besar-besaran tanpa mengenal waktu siang dan malam, demikian juga mesin pabrik harus bekerja terus menerus dan mengoah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap di lempar ke pasar. Pemenuhan bahan mentah yang diperlukan telah menimbulkan tekanan pada lingkungan yang pada gilirannya mengancam kehidupan penduduk yang dilahirkan, dibesarkan dan mengembangkan kehidupan di lingkungan yang di explotasi secara besar-besaran.
Di samping itu penerapan teknologi maju juga cenderung tidak mengenal batas lingkungan geografik, sosial dan kebudayaan maupun politik. Di mana ada sumber daya alam yang diperlukan untuk memperlancar kegiatan industri yang ditopang dengan peralatan modern, kesana pula mesin-mesin modern didatangkan dan digunakan tanpa memperhatikan kearifan lingkungan (ecological wisdom) penduduk setempat.
Ketimpangan sosial-budaya antar penduduk pedesaan dan perkotaan ini pada gilirannya juga menjadi salah satu pemicu perkembangan norma-norma sosial dan nilai-nilai budaya yang befungsi sebagai pedoman dan kerangka acuan penduduk perdesaan yang harus nmampu memperluas jaringan sosial secara menguntungkan. Apa yang seringkali dilupakan orang adalah lumpuhnya pranata sosial lama sehingga penduduk seolah-olahkehilangan pedoman dalam melakukan kegiatan. Kalaupun pranata sosial itu masih ada, namun tidak berfungsi lagi dalam menata kehidupan pendudduk sehari-hari. Seolah-olah terah terjadi kelumpuhan sosial seperti kasus lumpur panas Sidoarjo, pembalakan liar oleh orang kota, penyitaan kayu tebangan tanpa alas an hokum yang jelas, penguasaan lahan oleh mereka yang tidak berhak.
Kelumpuhan sosial itu telah menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan dan berlanjut dengan pertikaian yang disertai kekerasan ataupun amuk.

E. Penguatan Budaya Nasional dalam situasi krisis budaya
Bangsa Indonesia mengakui atas keluhuran budaya bangsanya adalah satu hal yang tidak dapat diragukan. Namun pantas disayangkan, perhatian dan penghormatan terhadap budaya bangsa masih berada pada level yang meragukan. Terhadap budayanya, bangsa ini terkesan pokoknya masih ada yang mengurusi. Dalam kondisi seperti ini perlahan dan pasti suatu saat nanti bangsa ini pasti lupa akan budayanya sendiri. Situasi ini menunjukan betapa krisis budaya telah melanda negeri ini.
Bahkan oleh Abdul Hadi WM (2009) mencatatat , bahwa krisis kebudayaan telah lama melanda kehidupan bangsa kita. Tanda-tandanya tampak terutama dalam merosotnya nilai dan pemujaan berlebihan di kalangan luas masyarakat terhadap hal-hal yang bersifat fisik dan material. Oleh karena itu, seperti krisis-krisis lainnya, sepatutnya ia dijadikan pekerjaan rumah oleh kita untuk dibahas dan dipecahkan bersama-sama. Memang, persoalan yang berkaitan dengan kebudayaan tampak kurang menarik dan aktual dibanding persoalan yang menyangkut kehidupan ekonomi atau politik. Tetapi harus diakui pula krisis yang terjadi dalam bidang-bidang tersebut sangat terkait dengan krisis yang berlaku di lapangan kebudayaan, maka membicarakan krisis kebudayaan menjadi tidak kurang penting dan mendesak.
Rendahnya perhatian dan pengormatan itu, sangatlah kasat mata. Sebab pusat kebudayaan, lembaga kebudayaan yang ada di Indonesia ini keberadaanya dapat dihitung dengan jari tangan. Minimnya pusat budaya dan lembaga budaya di baik diperkotaan maupun dan di pedesan di negara ini yang menguri-uri budaya bangsanya, menunjukan minimnya pula kepedulian atas masa depan budaya. Yang semestinya budaya senantiasa dilestarikan dan diberdayakan.
Padahal dalam Undang Undang Dasar Negara RI tahun 1945 (UUD 1945) Pasal 32 ayat (1) dinyatakan, “Negara memajukan kebudayaan nasional di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasa masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai–nilai budayanya”. Sudah sangat jelas konstitusi menugaskan kepada penyelenggara negara untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Ini berarti negara berkewajiban memberi ruang, waktu, sarana, dan institusi untuk memajukan budaya nasional dari mana pun budaya itu berasal.
Amanah konstitusi itu, tidak direspon secara penuh oleh negara. Bahkan hampir 65 tahun merdeka ini masalah budaya kepengurusannya “dititipkan” kepada institusi yang lain. Pada masa yang lampau pengembangan budaya dititipkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, kini Budaya berada dalam satu atap dengan Pariwisata, yakni Departemen Pariwisata dan Budaya. Dari titik ini saja telah ada kejelasan, bagaimana penyelenggara negara menyikapi budaya nasional itu. Budaya nasional dipandang sebagai bagian dari sektor lain yang dapat disambi.
Bangsa ini, mestinya ingat apa yang terjadi pada tahun tahun menjelang meletusnya Gerakan Tiga Puluh September (Gestapu) pada tahun 1965. Pada waktu itu, budaya dijadikan sebagai alat propaganda politik,sampai pada titik yang disebut perang politik melalui budaya, yang oleh D.S Moeljatno dan Taufiq Ismail diabadikan dalam karyanya ”Prahara Budaya” tahun 1995. Prahara Budaya yang disusun oleh mereka memaparkan ulang, prahara budaya yang terjadi menjelang Gestapu. Pada waktu itu budaya dijadikan propaganda politik, bahkan perang ideologi politik melalui karya budaya.
Peristiwa kedua yang cukup menyita perhatian bangsa dan dunia adalah klaim oleh negara Malaysia terhadap produk budaya bangsa Indonesia yang diklaim sebagai budaya negara Jiran tersebut, antara lain lagu Rasa sayange, Batik, Reog Ponorogo, bahkan sampai pada lagu lagu milik Rapper SayKoji dan lagu pop melayu kepunyaan Group Band Wali.
Negara atau pemerintah Indonesia semestinya berkomitmen untuk mengembangkan kebudayaan nasional dan melindungi kebudayaan nasional, agar budaya Indonesia yang dikenal sebagai budaya adi luhung, tidak tenggelam dalam arus materialistis dan semangat hedonisme yang kini sedang melanda dunia secara global. Sudah saatnya negara mempunyai strategi dan politik kebudayaan yang berorientasi pada penguatan dan pengukuhan budaya nasional sebagai budaya bangsa Indonesia.
Sebagai bangsa yang merasa besar sebagai bangsa Indonesia, kita harus meyakini bahwa para leluhur telah meninggalkan kepada bangsa ini keanekaragaman budaya yang bernilai tinggi. Warisan adi luhung itu tidak cukup bila hanya berhenti pada tontonan dan hanya dianggap sebagai warisan yang teronggok dalam musium, dan buku buku sejarah saja. Bangsa ini mestinya mempunyai kemampuan memberikan nilai nilai budaya sebagai aset bangsa yang mesti terjaga kelestarian agar harkat martabat sebagai bangsa yang berbudaya luhung tetap dapat dipertahankan sepanjang masa.
Dalam situasi global, lintas budaya antar negara dengan mudah terjadi, budaya bangsa Indonesia dengan mudah dinikmati, dipelajari, dipertunjukan, ditemukan di negara lain. Dengan demikian, seperti yang dikatakan Edi Wirawan (2008), dalam konteks pengembangan kebudayaan nasional, maka proses lintas budaya dan silang budaya yang terjadi harus dijaga agar tidak melarutkan nilai nilai luhur bangsa Indonesia.
Sementara itu dalam situasi budaya bangsa yang cukup memprihatinkan ini, muncul forum kebudayaan Indonesia yang berikhtiar untuk tetap memelihara dan menjaga budaya nasional. Semangat dan keprihatinan akan budaya bangsa ini juga menjadi latar belakang pendirian Forum Kebudayaan Indonesia, yakni kelembagaan bersama yang diharapkan mampu menjadi forum revitalisasi budaya bangsa dengan visi 2008-2028. Dengan visi menjadi bangsa Indonesia yang berkarakter (mempunyai jati diri), bermartabat dan terhormat, maka diharapkan dapat dijalankan beberapa misi umum; (1) memelihara warisan budaya bangsa (national heritage), (2) menanamkan nilai-nilai budaya lokal/nasional yang positif dan konstruktif, (3) menyaring budaya asing yang masuk melalui aktualisasi budaya, (4) memfasilitasi kegiatan budaya yang belum dengan membiayai kegiatannya sendiri (self-finance), dan (5) menggalang semua potensi budaya yang ada melalui “Manajemen Budaya” Tata Kelola Kebudayaan yang Baik dan Benar (Good Cultural Management/ Good Cultural Governance).
Demikian halnya salah satu butir rekomendasi Work Shop Pemberdayaan Masyarakat Adat, 28-1 Maret 2004, yang diselenggarakan atas kerjasama Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Adat (LPPMA) Pontianak, dan Dewan Adat Kecamatan Ngabang. Hasilnya, pluralisme dan penghormatan terhadap keberagaman kehidupan keagamaan serta adat istiadat sudah menjadi tradisi masyarakat adat. Oleh karena itu, pola perilaku penghormatan terhadap kemajemukan sosial budaya ini perlu dipertahankan dalam kehidupan masyarakat adat pada masa akan datang karena kehidupan sosial masyarakat akan mengarah pada pluralitas sosial budaya.
Dalam era globalisasi ini diperlukan langkah penguatan institusi sosial budaya lokal untuk memfilter pengaruh globalisasi yang merasuk ke dalam kehidupan masyarakat adat sehari-hari.




















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Budaya Indonesia bisa kita artikan juga adalah seluruh kebudayaan nasional, kebudayaan lokal, maupun kebudayaan asal asing yang telah ada di Indonesia sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945. Keanekaragaman budaya di Indonesia yang disebabkan sumber kebudayaan masyarakat Indonesia yang berasal dari kebudayaan lokal yang diakui secara nasional itu sehingga kecintaan budaya kian hari kian menipis. Melihat laju perkembangan zaman sebagai tantangan suatu kebudayaan akan membuat kebudayaan bertahan atau tumbang. Peran yang sangat penting mestinya, yaitu masyarakat itu sendiri. Karena masyarakatlah pemilik kebudayaan akan tetapi biasanya juga bergantung seperti kepada penjaga kebudayaan
Kekuatan perubahan yang sangat kuat, akan tetapi tidak disadari oleh kebanyakan orang adalah pendidikan. Walaupun pendidikan di manapun merupakan lembaga ssosial yang terutama berfungsi untuk mempersiapkan anggotanya menjadi warga yang trampil dan bertanggung jawab dengan penanaman dan pengukuhan norma sosial dan nilai-nilai budaya yang berlaku, namun akibat sampingannya adalah membuka cakrawala dan keinginan tahu peserta didik. Oleh karena itulah pendidikan dapat menjadi kekuatan perubahan sosial yang amat besar karena menumbuhkan kreativitas peserta didik untuk mengembangkan pembaharuan (innovation).
Kelumpuhan sosial menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan dan berlanjut dengan pertikaian yang disertai kekerasan ataupun amuk.
Bangsa Indonesia mengakui atas keluhuran budaya bangsanya adalah satu hal yang tidak dapat diragukan. Namun pantas disayangkan, perhatian dan penghormatan terhadap budaya bangsa masih berada pada level yang meragukan. Terhadap budayanya, bangsa ini terkesan pokoknya masih ada yang mengurusi. Dalam kondisi seperti ini perlahan dan pasti suatu saat nanti bangsa ini pasti lupa akan budayanya sendiri. Situasi ini menunjukan betapa krisis budaya telah melanda negeri ini.

B. Saran
Bangsa ini harus mengakui, selama ini pendidikan formal hanya memberi ruang yang sangat sempit terhadap budaya, baik budaya lokal maupun nasional. Budaya sebagai materi pendidikan baru taraf kognitif, peserta didik diajari nama-nama budaya nasional, lokal, bentuk tarian, nyanyian daerah, berbagai adat di berbagai daerah, tanpa memahami makna budaya itu secara utuh. Sudah saatnya, peserta didik, dan masyarakat pada umumnya diberi ruang dan waktu serta sarana untuk berpartisipasi dalam pelestarian, dan pengembangan budaya di daerahnya. Sehingga nilai nilai budaya tidak hanya dipahami sebagai tontonan dalam berbagai festival budaya, acara seremonial, maupun tontonan dalam media elektronik.
Masyarakat, sesungguhnya pemilik budaya itu. Masyarakatlah yang lebih memahami bagaimana mempertahankan dan melestarikan budayanya. Sehingga budaya akan menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya pemeliharaan budaya oleh masyarakat, maka klaim-klaim oleh negara lain dengan mudah akan terpatahkan. Filter terhadap budaya asing pun juga dengan aman bisa dilakukan. Pada gilirannya krisis budaya pun akan terhindarkan. Sudah saatnya, pemerintah pusat dan daerah secara terbuka memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam upaya penguatan budaya nasional.










DAFTAR PUSTAKA

 www.ialf. edu/kipbipa/papers/EndangPoerwanti.doc
 www.ialf.edu/kipbipa/papers/ArifBudiWurianto.doc
 pustakawan.pnri.go.id/.../PERPUSTAKAANDANPENDIDIKANMULTIKULTURALISME.doc
 syair79.files.wordpress.com/2009/04/makalah-kebudayaan.doc
 syair79.files.wordpress.com/2009/04/makalah-perubahan-sosial.doc
 rustandhie.blogspot.com/.../kata-pengantar-seiring-dengan-kemajuan.
 www.denyrendra.net/.../makalah-kebudayaan-masyarakat-indonesia
 www.dogion.com/thread-makalah-sosial-budaya-masyarakat-indonesia

1 komentar:

awdawd mengatakan...



judi slot terbaik 2019

judi slot terpopuler

judi slot terbanyak

judi slot online terpercaya


https://taruhanslot.me/agen-slot-triple-tigers-pragmatic-play/

BONUS 10% MEMBER BARU SLOT VIVOSLOT, JOKER123, PLAY1628
Judi Slot Bolavita Bisa Deposit Via OVO & GO-Pay.
Taruhan Slot Deposit Via Pulsa XL & TSEL 25rb.

INFO Pendaftaran Slot Online : http://159.89.197.59/register/
INFO Artikel Slot Online : https://taruhanslot.live

WITHDRAW BESAR
JACKPOT BESAR
SLOT GAMES!!
Buruan Daftar , Main dan Withdraw Bersama Agen Judi online BOLAVITA kembali.

Telegram : +62812-2222-995
Wechat : Bolavita
WA : +62812-2222-995
Line : cs_bolavita